Jumat, 02 Maret 2012

Asuhan Keperawatan Hidrosepalus Endang Sudrajat


BAB
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Hidrosefalus suatu kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.
 Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal.

1.2 Rumusan Masalah
   1. Apa pengertian hidrosefalus?
   2. Bagaimana etiologi hidrosefalus?
   3. Bagaimana  patofisiologi hidrosefalus?
   4. Bagaimana manifestasi klinis hidrosefalus?
   5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik hidrosefalus?
    6. Bagaimana penata pelaksanaan hidrosefalus?
    7. Bagaimana terapi hidrosefalus?
    8. Bagaimana prognosis hidrosefalus?
    9. Bagaimana asuhan keperawatan hidrosefalus?

1.3  Tujuan
     1. Untuk mengetahui pengertian hidrosefalus
     2. Untuk mengetahui etiologi hidrosefalus
     3. Untuk mengetahui patofisiologi hidrosefalus
     4. Untuk mengetahui manifestasi klinis hidrosefalus
     5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik hidrosefalus
     6. Untuk mengetahui penatapelaksanaan hidrosefalus
     7. Untuk mengetahui terapi hidrosefalus
     8. Untuk mengetahui prognosis hidrosefalus
     9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan hidrosefalus

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 DEFINISI
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006)
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSF) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi CSF lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2008).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).
2.3 ETIOLOGI
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis Aquaductus sylvii
            merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista Arachnoid
Dapat terjadi conginetal membagi etiologi menurut usia
e. Anomali pembuluh darah
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono( 1998) :
1.      Sebab-sebab Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik.
2.      Sebab-sebab Postnatal
a.       Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
b.       Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler.
c.       Meningitis. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d.      Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani, trombosis jugularis.

2.4 PATOFISOLOGI DAN FATOGENESIS
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:328)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)

2.5  KLASIFIKASI HIDROSEFALUS
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005).
Klasifikasi Hydrocephalus
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1.      Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ;
Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1.      Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).
            Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
2.      Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
3.      Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)
Diagnosis
Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. (Darsono, 2005:214)
Diagnosis Banding
Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun. (Darsono, 2005:215).

Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) Mengurangi produksi CSS.
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper, 2005:360).
2.6  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang( , yaitu :
1.      Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a.       Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b.      Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2.      Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3.      Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4.      Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5.      Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6.      CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
2.7   PENATALAKSANAAN
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1.      Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2.      Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarakhnoid
3.      Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “:
1.      Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2.      Internal
a.           CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b.          “Lumbo Peritoneal Shunt”
c.           CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
1.      Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2.       Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3.      Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4.      Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ujung distal setinggi 6/7).
5.      Ventriculo-Peritneal Shunt
a.       Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b.      Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
2.8  KOMPLIKASI
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004):
1.      Peningkatan TIK
2.      Pembesaran kepala
3.      kerusakan otak
4.      Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
5.      Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6.      Kerusakan jaringan saraf
7.      Proses aliran darah terganggu
2.9  PROGNOSA
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal.
Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
Dampak Hospitalisasi Anak Penderita Hydrocephalus dan keluarganya
Reaksi Hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.
a. Reaksi anak pada hospitalisasi :
1. Masa bayi(0-1 th)
Dampak perpisahan, Pembentukan rasa P.D dan kasih saying. Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
a.       Menangis keras
b.      Pergerakan tubuh yang banyak
c.       Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2.Masa todler (2-3 th)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
b. Putus asa menangis berkurang, anak tak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih,apatis
c. Pengingkaran/ denial
d. Mulai menerima perpisahan
e. Membina hubungan secara dangkal
f. Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
a.       Kehilangan kontrol
b.      Pembatasan aktivitas
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau bekerja sama dengan perawat.
3.      Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai , keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dlm klg, kehilangan klp sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal
5.Masa remaja (12 sampai 18 tahun )
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya Saat MRS cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan kontrol
Reaksi yang muncul :
a.       Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
b.      Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :
a.       bertanya-tanya
b.      menarik diri
c.       menolak kehadiran orang lain
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi:
1.      Takut dan cemas, perasaan sedih dan frustasi kehilangan anak yang dicintainya:
1.      Prosedur yang menyakitkan
2.      Informasi buruk tentang diagnosa medis
3.      Perawatan yang tidak direncanakan
4.      Pengalaman perawatan sebelumnya
2.      Perasaan sedih:
Kondisi terminal perilaku isolasi /tidak mau didekati orang lain.
3.      Perasaan frustasi :
Kondisi yang tidak mengalami perubahan Perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan.
Reaksi saudara kandung terhadap perawatan anak di RS:
Ø  Marah,
Ø  cemburu,
Ø  benci,
Ø   rasa bersalah


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian
1.      Pengumpulan Data
A.Data demografi
1)      Nama
2)      Usia : Kebanyakan terjadi pada anak-anak pada usia infant
3)      Jenis Kelamin : Hidrocephalus sebagian besar mengenai anak laki – laki
4)      Suku/ bangsa
5)      Agama
6)      Pendidikan
7)      Pekerjaan
8)      Alamat
1.      Riwayat Penyakit Sekarang : Pendarahan otak yang berhubungan dengan kelahiran
prematur
2.      Riwayat Penyakit Dahulu
Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, diare, neoplasma
4. Riwayat penyakit keluarga
B. Pengkajian persistem
B1 (Breath) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
B2 (Blood) : Pucat, peningkatan sistole tekanan darah, penurunan nadi
B3 (Brain) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat
pembesarankepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi
penglihatan perifer, strabismus, tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”, kejang
B4 (Bladder) : Oliguria
B5 (Bowel) : Mual, muntah, malas makan
B6 (Bone) : Kelemahan, lelah, Peningkatan tonus otot ekstrimitas
2.      Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Dari riwayat pertumbuhan dan perkembangan ini, kami mengambil kasus pada anak yang antara 0-3 bulan.
No Bayi Normal Bayi Hidrosefalus
1.      Mengangkat kepala setinggi 45 0 sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas bahkan kesulitan menggerakkan kepala
2.      Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah tidak dapat menatap ke atas, memiliki penglihatan ganda, alis mata dan bulu mata ke atas sehingga sclera telihat seolah – olah di atas Iris
3.      Melihat dan menatap wajah anda. Tidak mampu menatap dengan pandangan yang jelas,tidak dapat menatap ke atas
4.      Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh. Tidak ada tanda-tanda untuk bicara
5.      Suka tertawa keras Diam,muram
6.      Bereaksi terkejut terhadap suara keras Tidak ada respon terhadap stimulus apapun
7.      Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum. Tidak menunjukkan reaksi
8.      Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, kontak Kurang bisa mengenali orang terdekat.
3.2  Diagnosa Keperawatan
1.      Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan akumulasi cairan serebrospinal.
Tujuan: Tidak terjadi peningkatan TIK
Kriteria Hasil:
-          Kesadaran Komposmetis
-          Tidak terjadi nyeri kepala
-          TTV normal


Intervensi Rasional
1.      Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK (Nyeri kepala, muntah, lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas, ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer strabismus, Perubahan pupil)
2.      Pantau terus tingkat kesadaran anak
3.      Pantau terus adanya perubahan TTV
4.      Berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan pembedahan, untuk mengurangi peningkatan TIK
Tujuan
 1. Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK
2. Penurunan keasadaran menandakakan adanya peningkatan TIK
3. Untuk mengetahui kondisi aliran darah dan aliran oksigen ke otak
4. Dengan dilakukan pembedahan, diharapkan cairan cerebrospinal berkurang, sehingga TIK menurun, tidak terjadi penekanan pada lobus oksipitalis dan tidak terjadi pembesaran pada kepala
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan lobus oksipitalis karena meningkatnya TIK
Tujuan : Tidak terjadi disorientasi pada anak
Kriteria Hasil :
1.      Penurunan visus tidak bertambah lebih parah
2.      Anak bisa mengenali lingkungan sekitarnya
Intervensi Rasional
1.      Mempertahankan visus agar tidak terjadi penurunan visus yang lebih parah
a.       Membantu ADL pasien
b.      Membantu orientasi tempat
c.       Berikan tempat yang nyaman dan aman ( pencahayaan terang, bed plang dll dipasang agar tidak cedera )
2. Membantu pasien untuk mengenali sesuatu dengan kondisi penglihatan yang terganggu
1. Ketidakmampuan dalam penglihatan tidak bertambah parah, klien tidak mengalami disorientasi tempat, Klien merasa nyaman dan aman
2. Klien tidak banyak bergantung pada orang lain
3. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh anaknya
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai penyakit yang diderita anaknya
Kriteria Hasil :
a. Kecemasan orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat berkurang
b. Orang tua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan dan perubahan pola hidup yang dibutuhkan
Intervensi Rasional
1.      Beri kesempatan orang tua untuk mengekspresikan kesedihannya
2.      Beri kesempatan orang tua untuk bertanya mengenai kondisi anaknya
3.      Jelaskan tentang kondisi penderita, prosedur, terapi dan prognosanya.
4.      Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh bila keluarga belum mengerti
a.       Keluarga dapat mengemukakan perasaannya sehinnga perasaan orang tua dapat lebih lega
b.       Pengetahuan orang tua bertambah mengenai penyakit yang di derita oleh anaknya sehinnga kecemasan orang tua dapat berkurang
c.       Pengetahuan kelurga bertambah dan dapat mempersiapkan keluarga dalam merawat klien post operasi
d.      Keluarga dapat menerima seluruh informasi agar tidak menimbulkan salah persepsi
5.      Resiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk
Tujuan : Jalan nafas tetap efektif
Kriteria Hasil :
a.       Anak tidak sesak napas
b.      Tidak terdapat ronchi
c.       Tidak retraksi otot bantu pernapasan
d.      Pernapasan teratur, RR dalam batas normal
Intervensi Rasional
1.      Posisikan klien posisi semifowler
2.      Pemberian oksigen
3.      Observasi pola dan frekuensi napas
4.      Auskultasi suara napas 1. Klien merasa nyaman dan tidak merasa sesak napas
2.                  Suplai oksigen klien dapat tercukupi sehingga klien tidak mengalami hipoksia
3.Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas
4. Untuk mengetahui adanya kelainan suara
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran kepala
Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Kriteria Hasil :
Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak mengalami keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia
Intervensi Rasional
1.      Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan
2.      Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada anak
·         Mempertahankan berat badan agar tetap stabil
·         Agar perkembangan klien tetap optimal
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt
Tujuan: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ( 3 x 24 jam )
Kriteria Hasil:
a.       TD dalam batas normal
b.      Tidak terdapat perdarahan
c.       Tidak terdapat kemerahan
Intervensi Rasional
1.      Pantau tanda-tanda infeksi( letargi, nafsu makan menurun, ketidakstabilan, perubahan warna kulit )
2.      Lakukan rawat luka
3.      Pantau asupan nutrisi
4.      Kolaborasi dalam pemberian antibiotik 1. Mengetahui penyebab terjadinya infeksi
2. Mencegah timbulnya ifeksi
3. Asupan nutrisi dapat membantu menyembuhkan luka
4. Antibiotik dapat mencegah timbulnya infeksi
Intervensi Perawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi
Fokus intervensi keperawatan pada hospitalisasi adalah:
1)      meminimalkan stressor
2)      memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga
3)      mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
1.         Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress
Dapat dilakukan dengan cara :
a.       Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
b.      Mencegah perasaan kehilangan kontrol
c.       Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
2.                         Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
a.       Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
b.      Modifikasi ruang perawatan
c.       Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
d.      Surat menyurat, bertemu teman sekolah
3.                         Mencegah perasaan kehilangan kontrol:
a.       Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.
b.      Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
c.       Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain
d.      Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan


4.                         Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
a.       Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
b.      Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
c.       Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
d.      Tunjukkan sikap empatie. Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan
e.       yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka
5.                         Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
a. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar
b. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak
c. Meningkatkan kemampuan kontrol diri
d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi
e. Memberi support kepada anggota keluarga.
6.    Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
-  Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak
- Mengorientasikan situasi rumah sakit.
Pada hari pertama lakukan tindakan :
a.       Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
b.      Kenalkan pada pasien yang lain.
c.       Berikan identitas pada anak.
d.      Jelaskan aturan rumah sakit.


BAB IV
PENUTUP

1.      Kesimpulan
            Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.
Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
Hidrochepalus komunikan
Hidrochepalus non-komunikan
Hidrochepalus bertekanan normal
Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan kemungkinan
 hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-masing rumah sakit.


2.      Saran
Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacan ini perlu.


DAFTAR PUSTAKA

• DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD. 2007. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116: pages 328–332.
• Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/ bmj.327.7428.1408.
• Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of Neurology: Eight Edition. USA.
• Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar