BAB
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidrosefalus
suatu kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder,
sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.
Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan
kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun CSS
yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam
suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hidrosefalus?
2. Bagaimana etiologi hidrosefalus?
3. Bagaimana
patofisiologi hidrosefalus?
4. Bagaimana manifestasi klinis hidrosefalus?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik
hidrosefalus?
6. Bagaimana penata pelaksanaan
hidrosefalus?
7. Bagaimana terapi hidrosefalus?
8. Bagaimana prognosis hidrosefalus?
9. Bagaimana asuhan keperawatan hidrosefalus?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hidrosefalus
2. Untuk mengetahui etiologi hidrosefalus
3. Untuk mengetahui patofisiologi hidrosefalus
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis hidrosefalus
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik hidrosefalus
6. Untuk mengetahui penatapelaksanaan hidrosefalus
7. Untuk mengetahui terapi hidrosefalus
8. Untuk mengetahui prognosis hidrosefalus
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan hidrosefalus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Hidrosefalus
adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran
ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan
serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit
atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et
al, 2007:328).
Hidrocephalus
adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).Hidrocepalus
adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel cerebral, ruang
subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006)
Hidrocephalus
adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan
penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSF) di dalam sistem Ventricular. Ketika
produksi CSF lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di
dalam sistem Ventricular (nining,2008).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidensi
hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus
kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh
stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua
jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada
semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis.
Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50%
karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor
fossa posterior (Darsono, 2005:211).
2.3 ETIOLOGI
Hidrosefalus
terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan
CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu
banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya
hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan
aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis Aquaductus sylvii
merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium
bifida
Biasanya
berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis
dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan
atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus obstruktif
dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan
krista yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista Arachnoid
Dapat terjadi conginetal membagi
etiologi menurut usia
e. Anomali pembuluh darah
2) Infeksi
Akibat
infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan
jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus
oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada
anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii
bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan
sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen
terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko
Listiono( 1998) :
1. Sebab-sebab
Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya
hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir.
Seabb-sebab ini mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi
atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak
dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik.
2. Sebab-sebab
Postnatal
a.
Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran
liquor serebrospinal dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor
lain yang menyebabkan hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista
arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan
aliran gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen
magmum.
b.
Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian
seperti prematur, cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler.
c.
Meningitis. Semua meningitis bakterialis dapat
menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang
terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan karena keikutsertaan adanya
kerusakan jaringan otak
d.
Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan
antomis dan fungsional seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase
vena pada basis krani, trombosis jugularis.
2.4 PATOFISOLOGI DAN
FATOGENESIS
CSS yang
dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam
suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel
lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui
saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen
Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan
sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem
kapiler. (DeVito EE et al, 2007:328)
Hidrosefalus secara teoritis
terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang
berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran
likuor
3. Peningkatan tekanan sinus
venosa
Konsekuensi
tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya
mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem
serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor
serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor
serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak
karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi
likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor
merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional
dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan
tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena
kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan
peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk
mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians
tengkorak. (Darsono, 2005:212)
2.5 KLASIFIKASI
HIDROSEFALUS
Klasifikasi hidrosefalus
bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal
hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult
hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal
hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal
hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal
hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus
interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal
menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran
likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor
yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi.
Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang
diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.
(Darsono, 2005).
Klasifikasi Hydrocephalus
Hidrosephalus pada anak atau
bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan,
sehingga ;
Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, Terdesak oleh
banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga
pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau
anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah
penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah
sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat
terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSF
hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hydrocephalus
komunikan
Apabila
obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas
CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat
obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat
pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid
dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan
tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
2. Hydrocephalus
non komunikan
Apabila
obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat
aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus
kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non
komunikan.
Biasanya
diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya
CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan
dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi
(space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi
sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan
jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular.
Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia
12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda –
tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang
garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan
pembesaran kepala.
3. Hidrocephalus
Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai
pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan
serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal,
gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait,
incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage
serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70
tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Tanda awal
dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan
kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang
menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari
hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi
pada masa neonatus
Meliputi
pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada
masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan
ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium
terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak
dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih
terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi
samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)
2. Awitan hidrosefalus terjadi
pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran
kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia
dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat
tegang.
b. Sutura kranium tampak atau
teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap
dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’
(sunset phenomenon).
Gejala
hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan
dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran,
gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan
batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).
(Darsono, 2005:213)
Diagnosis
Disamping
dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas,
kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat
radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang
lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan
diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara
yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain
yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi
tempat obstruksi aliran CSS. (Darsono, 2005:214)
Diagnosis Banding
Pembesaran
kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak,
granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali.
Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari
6 tahun. (Darsono, 2005:215).
Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip
dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) Mengurangi produksi CSS.
b) Mempengaruhi hubungan antara
tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
c) Pengeluaran likuor (CSS)
kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)
Penanganan hidrosefalus juga
dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan Sementara
Terapi
konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan Alternatif (Selain
Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus
yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang
mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik
untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah
endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’
(Shunting)
Operasi
pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid
lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu:
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran
dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan
kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H.
Ropper, 2005:360).
2.6
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Selain dari
gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang( , yaitu :
1. Rontgen
foto kepala
Dengan prosedur ini dapat
diketahui:
a. Hidrosefalus
tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate
dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus
tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen
kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk
transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam
ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang
dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus,
lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran
kepala
Diagnosis
hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah
penutupan suturan secara fungsional.
Tetapi jika
hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan
memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu
menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah
kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup
untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal
atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang
tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini
telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan
melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan
USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak
dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada
pemeriksaan CT Scan.
6. CT
Scan kepala
Pada
hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih
besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya
normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS.
Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
7. MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
Untuk
mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik
scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
2.7
PENATALAKSANAAN
Penanganan
hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti
penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah
secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga
prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi
produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan
reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat
pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki
hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi,
yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarakhnoid
3. Pengeluaran
cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase
Lombo-Peritoneal
c. Drainase
ventrikulo-Pleural
d. Drainase
ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase
ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis
dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang
memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan
cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan
pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
4. Tindakan bedah pemasangan
selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien
telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang.
Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu
ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan
dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
Pengobatan modern atau canggih
dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur,
tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “
shunting “:
1.
Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2.
Internal
a.
CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh
lain
Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
Ventrikulo-Bronkhial,
CSS dialirkan ke Bronhus.
Ventrikulo-Mediastinal,
CSS dialirkan ke mediastinum
Ventrikulo-Peritoneal,
CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b.
“Lumbo Peritoneal Shunt”
c.
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
1.
Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu
oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2.
Suatu reservoir
yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3.
Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini,
baik yang terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz,
Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah
(Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4.
Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter
dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan
thorax x-ray ujung distal setinggi 6/7).
5.
Ventriculo-Peritneal Shunt
a.
Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b.
Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang
peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak
diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
2.8
KOMPLIKASI
Komplikasi Hidrocefalus menurut
Prasetio (2004):
1.
Peningkatan TIK
2.
Pembesaran kepala
3.
kerusakan otak
4.
Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
5.
Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi,
sensibilitas kulit menurun
6.
Kerusakan jaringan saraf
7.
Proses aliran darah terganggu
2.9
PROGNOSA
Keberhasilan
tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya
anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang
bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis
hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan
temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena
hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan
memiliki kecerdasan hampir normal.
Dengan bedah
saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui
masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat
intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel
lebih buruk.
Dampak
Hospitalisasi Anak Penderita Hydrocephalus dan keluarganya
Reaksi Hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.
Reaksi Hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.
a. Reaksi anak pada
hospitalisasi :
1. Masa bayi(0-1 th)
Dampak
perpisahan, Pembentukan rasa P.D dan kasih saying. Usia anak > 6 bln terjadi
stanger anxiety /cemas
a.
Menangis keras
b.
Pergerakan tubuh yang banyak
c.
Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2.Masa todler (2-3 th)
Sumber utama
adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
a. Tahap protes menangis,
menjerit, menolak perhatian orang lain
b. Putus asa menangis berkurang,
anak tak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih,apatis
c. Pengingkaran/ denial
d. Mulai menerima perpisahan
e. Membina hubungan secara
dangkal
f. Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6
tahun )
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap
petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
a.
Kehilangan kontrol
b.
Pembatasan aktivitas
Sering kali
dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan malu, takut
sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau bekerja sama
dengan perawat.
3. Masa
sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di
rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai , keluarga,
kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak
pada perubahan peran dlm klg, kehilangan klp sosial, perasaan takut mati,
kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal
5.Masa remaja (12 sampai 18
tahun )
Anak remaja
begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya Saat MRS cemas karena
perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan kontrol
Reaksi yang muncul :
Reaksi yang muncul :
a. Menolak
perawatan / tindakan yang dilakukan
b. Tidak
kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan
menimbulkan respon :
a.
bertanya-tanya
b.
menarik diri
c.
menolak kehadiran orang lain
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
Perasaan yang muncul dalam
hospitalisasi:
1. Takut
dan cemas, perasaan sedih dan frustasi kehilangan anak yang dicintainya:
1.
Prosedur yang menyakitkan
2.
Informasi buruk tentang diagnosa medis
3.
Perawatan yang tidak direncanakan
4.
Pengalaman perawatan sebelumnya
2. Perasaan
sedih:
Kondisi
terminal perilaku isolasi /tidak mau didekati orang lain.
3. Perasaan
frustasi :
Kondisi yang
tidak mengalami perubahan Perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak
tindakan.
Reaksi saudara kandung terhadap
perawatan anak di RS:
Ø Marah,
Ø cemburu,
Ø benci,
Ø rasa bersalah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Pengumpulan Data
A.Data
demografi
1)
Nama
2)
Usia : Kebanyakan terjadi pada anak-anak pada usia
infant
3)
Jenis Kelamin : Hidrocephalus sebagian besar mengenai
anak laki – laki
4)
Suku/ bangsa
5)
Agama
6)
Pendidikan
7)
Pekerjaan
8)
Alamat
1.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pendarahan otak yang berhubungan
dengan kelahiran
prematur
prematur
2.
Riwayat Penyakit Dahulu
Antrenatal :
Perdarahan ketika hamil
Natal :
Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
Postnatal :
Infeksi, meningitis, TBC, diare, neoplasma
4. Riwayat
penyakit keluarga
B. Pengkajian persistem
B1 (Breath) :
Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
B2 (Blood) :
Pucat, peningkatan sistole tekanan darah, penurunan nadi
B3 (Brain) :
Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat
pembesarankepala,
perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi
penglihatan perifer,
strabismus, tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”, kejang
B4 (Bladder)
: Oliguria
B5 (Bowel) :
Mual, muntah, malas makan
B6 (Bone) :
Kelemahan, lelah, Peningkatan tonus otot ekstrimitas
2.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Dari riwayat
pertumbuhan dan perkembangan ini, kami mengambil kasus pada anak yang antara
0-3 bulan.
No Bayi
Normal Bayi Hidrosefalus
1.
Mengangkat kepala setinggi 45 0 sulit mengangkat dan
menahan kepalanya ke atas bahkan kesulitan menggerakkan kepala
2.
Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah tidak
dapat menatap ke atas, memiliki penglihatan ganda, alis mata dan bulu mata ke
atas sehingga sclera telihat seolah – olah di atas Iris
3.
Melihat dan menatap wajah anda. Tidak mampu menatap
dengan pandangan yang jelas,tidak dapat menatap ke atas
4.
Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh. Tidak
ada tanda-tanda untuk bicara
5.
Suka tertawa keras Diam,muram
6.
Bereaksi terkejut terhadap suara keras Tidak ada respon
terhadap stimulus apapun
7.
Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum.
Tidak menunjukkan reaksi
8.
Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman,
pendengaran, kontak Kurang bisa mengenali orang terdekat.
3.2
Diagnosa
Keperawatan
1.
Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial
berhubungan dengan akumulasi cairan serebrospinal.
Tujuan: Tidak terjadi
peningkatan TIK
Kriteria
Hasil:
-
Kesadaran Komposmetis
-
Tidak terjadi nyeri kepala
-
TTV normal
Intervensi Rasional
1.
Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK (Nyeri
kepala, muntah, lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas, ketegangan
dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun, penglihatan
ganda, kontruksi penglihatan perifer strabismus, Perubahan pupil)
2.
Pantau terus tingkat kesadaran anak
3.
Pantau terus adanya perubahan TTV
4.
Berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan pembedahan,
untuk mengurangi peningkatan TIK
Tujuan
1. Untuk mengetahui secara dini peningkatan
TIK
2. Penurunan
keasadaran menandakakan adanya peningkatan TIK
3. Untuk
mengetahui kondisi aliran darah dan aliran oksigen ke otak
4. Dengan
dilakukan pembedahan, diharapkan cairan cerebrospinal berkurang, sehingga TIK
menurun, tidak terjadi penekanan pada lobus oksipitalis dan tidak terjadi
pembesaran pada kepala
2. Gangguan persepsi sensori
berhubungan dengan penekanan lobus oksipitalis karena meningkatnya TIK
Tujuan : Tidak terjadi
disorientasi pada anak
Kriteria Hasil :
1.
Penurunan visus tidak bertambah lebih parah
2.
Anak bisa mengenali lingkungan sekitarnya
Intervensi Rasional
1.
Mempertahankan visus agar tidak terjadi penurunan visus
yang lebih parah
a.
Membantu ADL pasien
b.
Membantu orientasi tempat
c.
Berikan tempat yang nyaman dan aman ( pencahayaan
terang, bed plang dll dipasang agar tidak cedera )
2. Membantu
pasien untuk mengenali sesuatu dengan kondisi penglihatan yang terganggu
1.
Ketidakmampuan dalam penglihatan tidak bertambah parah, klien tidak mengalami
disorientasi tempat, Klien merasa nyaman dan aman
2. Klien
tidak banyak bergantung pada orang lain
3. Kurang
pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh anaknya
Tujuan :
Meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai penyakit yang diderita anaknya
Kriteria
Hasil :
a. Kecemasan
orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat berkurang
b. Orang tua
mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan dan perubahan pola hidup
yang dibutuhkan
Intervensi Rasional
1.
Beri kesempatan orang tua untuk mengekspresikan
kesedihannya
2.
Beri kesempatan orang tua untuk bertanya mengenai
kondisi anaknya
3.
Jelaskan tentang kondisi penderita, prosedur, terapi
dan prognosanya.
4.
Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh
bila keluarga belum mengerti
a. Keluarga
dapat mengemukakan perasaannya sehinnga perasaan orang tua dapat lebih lega
b. Pengetahuan orang tua bertambah mengenai
penyakit yang di derita oleh anaknya sehinnga kecemasan orang tua dapat
berkurang
c. Pengetahuan
kelurga bertambah dan dapat mempersiapkan keluarga dalam merawat klien post
operasi
d. Keluarga
dapat menerima seluruh informasi agar tidak menimbulkan salah persepsi
5.
Resiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan
dengan penurunan refleks batuk
Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif
Kriteria Hasil :
a.
Anak tidak sesak napas
b.
Tidak terdapat ronchi
c.
Tidak retraksi otot bantu pernapasan
d.
Pernapasan teratur, RR dalam batas normal
Intervensi Rasional
1.
Posisikan klien posisi semifowler
2.
Pemberian oksigen
3.
Observasi pola dan frekuensi napas
4.
Auskultasi suara napas 1. Klien merasa nyaman dan tidak
merasa sesak napas
2.
Suplai oksigen klien dapat tercukupi sehingga klien
tidak mengalami hipoksia
3.Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas
3.Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas
4. Untuk mengetahui adanya
kelainan suara
5. Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan berhubungan pembesaran kepala
Tujuan : Klien tidak mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
Pertumbuhan dan perkembangan
klien tidak mengalami keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia
Intervensi Rasional
1. Memberikan
diet nutrisi untuk pertumbuhan
2. Memberikan
stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada anak
·
Mempertahankan berat badan agar tetap stabil
·
Agar perkembangan klien tetap optimal
6. Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan pemasangan drain/shunt
Tujuan: Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi ( 3 x 24 jam )
Kriteria Hasil:
a.
TD dalam batas normal
b.
Tidak terdapat perdarahan
c.
Tidak terdapat kemerahan
Intervensi Rasional
1.
Pantau tanda-tanda infeksi( letargi, nafsu makan
menurun, ketidakstabilan, perubahan warna kulit )
2.
Lakukan rawat luka
3.
Pantau asupan nutrisi
4.
Kolaborasi dalam pemberian antibiotik 1. Mengetahui
penyebab terjadinya infeksi
2. Mencegah timbulnya ifeksi
3. Asupan nutrisi dapat membantu
menyembuhkan luka
4. Antibiotik dapat mencegah
timbulnya infeksi
Intervensi Perawatan Dalam
Mengatasi Dampak Hospitalisasi
Fokus intervensi keperawatan
pada hospitalisasi adalah:
1)
meminimalkan stressor
2)
memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan
psikologis pada anggota keluarga
3)
mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
1.
Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress
Dapat
dilakukan dengan cara :
a.
Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
b.
Mencegah perasaan kehilangan kontrol
c.
Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan
tubuh dan rasa nyeri
2.
Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
a.
Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan
anak
b.
Modifikasi ruang perawatan
c.
Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
d.
Surat menyurat, bertemu teman sekolah
3.
Mencegah perasaan kehilangan kontrol:
a.
Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.
b.
Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
c.
Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain
d.
Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan
melibatkan orang tua dalam perencanaan
4.
Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa
nyeri
a.
Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk
tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
b.
Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik
anak
c.
Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
d.
Tunjukkan sikap empatie. Pada tindakan elektif bila
memungkinkan menceritakan tindakan
e.
yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan
pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini dengan
terbuka
5.
Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
a. Membantu
perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar
b. Memberi
kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak
c.
Meningkatkan kemampuan kontrol diri
d. Memberi
kesempatan untuk sosialisasi
e. Memberi
support kepada anggota keluarga.
6. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan
di rumah sakit
- Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia
anak
-
Mengorientasikan situasi rumah sakit.
Pada hari pertama lakukan
tindakan :
a. Kenalkan
perawat dan dokter yang merawatnya
b. Kenalkan
pada pasien yang lain.
c. Berikan
identitas pada anak.
d. Jelaskan
aturan rumah sakit.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Hidrocephalus
adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.
Merupakan sindroma
klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada sistem ventrikuler
cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama
produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili
arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan
intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya
liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini
juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
Hidrochepalus komunikan
Hidrochepalus non-komunikan
Hidrochepalus bertekanan normal
Insidens hidrosefalus pada
anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan kemungkinan
hai ini terpengaruh situasi penanganan
kesehatan pada masing-masing rumah sakit.
2.
Saran
Tindakan
alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang yang
mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan
terapeutik semacan ini perlu.
DAFTAR
PUSTAKA
• DeVito EE, Salmond CH, Owler
BK, Sahakian BJ, Pickard JD. 2007. Caudate structural abnormalities in
idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116: pages
328–332.
• Peter Paul Rickham. 2003.
Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/ bmj.327.7428.1408.
• Ropper, Allan H. And Robert H.
Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of Neurology: Eight Edition. USA.
• Darsono dan Himpunan dokter
spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis.
Yogyakarta: UGM Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar