Minggu, 04 Maret 2012

asuhan keperawatan gagal ginjal


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang brkembang cepat. Laju filtrasi gromelurus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF biasanya disertai oleh oligurea (keluaran urine < 400 ml/hari). Criteria oliguria tidak mutlak tapi berkaitan dengan fakta bahwa rata-rata diet orang amerika mengandung sekitar 600 mOsm zat terlarut.
Jika kemampuan pemekatan urine maksimum sekitar 1200 mOsm /L air, maka kehilangan air obligat dalam urine adalah 500 ml. oleh karna itu ,bila keluaran urine menurun hingga kurang dari 400 ml/hari, penambahan jat terlarut tidak bisa dibatasi dengan kadar BUN serta kreatinin meningkat. Namun oliguria bukan merupakan gambaran penting pada ARF. Bukti penelitian terbaru mengesankan bahwa pada sepertiga hingga separuh kasus ARF,keluaran urine melebihi 400 ml /hari.dan dapat mencapai hingga 2L/hari. Bentuk ARF ini disebut ARF keluaran-tinggi atau disebut non-ologurik. ARF menyebabkan timbulnya gejala dan tanda menyerupai sindrom uremik pada gagal ginjal kronik,yang mencerminkan terjadinya kegagalan fungsi regulasi, eksresi, dan endokrin ginjal. Namun demikian, osteodistrofi ginjal dan anemiabukan merupakan gambaran yang lazim terdapat pada ARF karena awitanya akut.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan gagal ginjal aku
Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami definisi Artritis Reumatoid
b. Mahasiswa mampu memahami penyebab/etiologi gagal ginjal akut
c. Mahasiswa mampu memahami epidemiologi gagal ginjal akut
d. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik gagal ginjal akut
e. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi gagal ginjal akut
f. Mahasiswa mampu memahami komplikasi gagal ginjal akut
g. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan gagal ginjal akut

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum dan kreatinin.

B. Etiologi

Penyebab gagal ginjal akut dapat dibagi menjadi tiga kategori umum:
1. Penyebab prerenal
      Terjadinya hipoperfusi ginjal. Akibat kondisi yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ginjal dan menurunnya filtrasi glomerulus. Keadaan penipisan volume (hipovolemia seperti luka bakar dan perdarahan atau kehilangan cairan melalui saluran pencernaan), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), gangguan fungsi jantung (infark miokardium, CHF, atau syok kardiogenik), dan terapi diuretik. Hal ini biasanya ditandai dengan penurunan turgor kulit, mukosa membran kering, penurunan berat badan, hipotensi, oliguri, atau anuria.
2. Penyebab intrarenal
      Kerusakan aktual jaringan ginjal akibat trauma jaringan glomerulus atau tubulus ginjal. Keadaan yang berhubungan dengan iskemia intrarenal, toksin, proses imunologi, sistemik, dan vascular. Pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) yang menybabkan iskemik ginjal. Cedera akibat benturan dan infeksi serta agen nefrotoksik menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN). Selain itu, reaksi tranfusi menyebabkan gagal intrarenal. Hal ini biasanya ditandai dengan demam, kemerahan pada kulit, dan edema.
3. Penyebab postrenal
Terjadi akibat sumbatan atau gangguan aliran urine melalui saluran kemih (sumbatan bagian distal ginjal). Hal ini biasanya ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih dan perubahan aliran kemih.
C. Patofisiologi
Suatu hipotesis tentang pathogenesis gagal ginjal akut adalah kerusakan tubulus yang menyebabkan tidak dapat menyeimbangkan sodium secara normal sehingga mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Kembalinya aliran darah ke renal akibat peningkatan tonus arteri afferent dan efferent, sehingga terjadi iskemia yang menyebabkan peniongkatan vasopressin, edema seluler, menghambat sintesis prostaglandin yang berakibat pada terstimulasinya sistem renin-angiotensin. Penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan penurunan tekanan glomerulus, rata-rata filtrasi glomerulus, arus tubular sehingga menimbulkan oliguri. Selain itu ada teori yang mengemukakan sampah sel dan protein di dalam tubulus menyumbat saluran tubulus sehingga terjadi peningkatan tekanan intra tubular. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan onkotik yang berlawanan dengan tekanan filtrasi hingga filtrasi glomerulus berhenti.
 Penurunan aliran darah ke renal menyebabkan berkurangnya peredaran oksigen ke tubulus proksimal. Hal ini menyebabkan penurunan ATP (adeno-sisn triposfat) sel yang menimbulkan peningkatan citosolik dan kalsium mitikondria. Akibat dari kondisi ini berupa kematian sel dan nekrosis tubular. Nefropati vasomotor menyebabkan terjadinya spasme kapiler peritubular yang berkibat pada kerusakan tubulus.
D. Manifestasi klinik
1. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah, dan diare.
2. Kulit dan membrane mukosa kering dan nafas mungkin berbau urine.
3. Manifestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
4. Perubahan pengeluaran produksi urine
Haluaran urin sedikit, dapat mengandung darah, BJ sedikit rendah yaitu 1.010.
5. Peningkatan yang tetap dalam BUN, dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
6. Hiperkalemia
Klien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu mengekskresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia menyebabkan distritmia dan henti jantung. Sumber kalium mencakup katabolisme jaringan normal; masukan diet; darah di saluran gastrointestinal; atau transfusi darah dan sumber-sumber lain (infuse intravena, penisilin kalium, dan pertukaran ekstraseluler sebagai respons terhadap adanya asidosis metabolik).
7. Asidosis metabolik
Klien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah. Sehingga, asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
8. Abnormalitas Ca++dan PO4
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi; serum kalsium mungkin menurun sebagai respons terhadap penurunan absorpsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
9. Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisis yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI. Adanya bentuk eritropoetin (Epogen) yang sekarang banyak tersedia, menyebabkan anemia tidak lagi menjadi masalah utama dibanding sebelumnya.
E. Penatalaksanaan medik
Penatalaksanaan medik terhadap gagal ginjal akut tergantung pada proses penyakitnya. Tujuannya untuk memelihara keseimbangan kadar normal kimia dalam tubuh, mencegah komplikasi, memperbaiki jaringan ginjal dan mengembalikan fungsi ginjal sebisa mungkin.
1.      Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2.      Penatalaksanaan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu, klien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [Kayexalate]), secara oral atau melalui retensi enema. Kayexalate bekerja dengan merubah ion kalium menjadi natrium di saluarn intestinal.
3. Memelihara keseimbangan cairan
Penatalaksaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah,dan status klinis klien. Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka, dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan cairan. Gagal ginjal akut menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi yang berat akibat masukan yang tidak adekuat (dari mual dan muntah), gangguan pemakaian glukosa dan sintetis protein, serta peningkatan katabolisme jaringan. Klien ditimbang berat badannya setiap hari dapat diperkirakan turun 0,2-0,5 kg setiap hari, jika keseimbangan nitrogen negatif (masukan kalori yang diterima kurang dari kabutuhan). Jika klien tidak kehilangan berat badan atau mengalami hipertensi, maka diduga adanya retensi cairan.
3.      Memberikan diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet protein dibatasi sampai 1g/kg selama fase oligurik untuk menurunkan pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Kebutuhan kalori dipenuhi dengan pemberian diet tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein yang luas. Makanan dan cairan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jus buah,dan kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2 g/hari.
4.      Mengoreksi asidosis dan peningkatan fosfat
Jika asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau; tindakan ventilasi yang tepat harus dilakukan jika terjadi masalah pernapasan. Klien memerlukan terapi natrium karbonat atau dialisis. Peningkatan konsentrasi serum fosfat klien dapat dikendalikan dengan agens pengikat fosfat (aluminium hidroksida); agens ini membantu mencegah peningkatan serum fosfat dengan menurunkan absorpsi fosfat di saluran intestinal.
5.      Monitoring selama fase pemulihan
Fase oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10-20 hari dan diikuti fase diuretik, dimana haluaran urin mulai menungkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal telah membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan untuk menentukan jumlah natrium, kalium, dan cairan, yang diperlukan selama pengkajian terhadap hidrasi lebih dan hidrasi kurang. Setelah itu, klien diberikan diet tinggi protein, tinggi kalori dan didorong untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.  PENGKAJIAN

A. identitas klien
            Nama                           : Ny.W
            Jenis kelamin               : Perempuan
            Umur                           : 49 tahun
            Diagnosa medis           : Gagal Ginjal Akut
B. keluhan utama


C. riwayat penyakit sekarng

D. riwayat penyakit dahulu
Klien menderita penyakit radang paru-paru dan diabetes miletus(DM)

E. data biologis
F . pemeriksaan fisik
a. tanda-tanda vital
            TD                   : 162/94
            NADI              : 80 X/menit
            RR                   : 16 X/menit
            SUHU                         : 38o C
b. kepala:
c. Leher  :
d. thorak :
e. paru :
f. abdomen :
g. ektremitas :
           
g. Data psikologis
h. Data spiritual
i. Data sosial
j. data penunjang
terapi obat:
Kalsium glukonat
D5W
Insulin reguler
Kayexelate dan sobritol
Lasix
Hasil labolatorium:

SMA7
Hari pertama
Hari ke dua
Glukosa
Sodium
Potassium
BUN
Creatinin
Karbondioksida
150 mg/dL
131 mEq/L
5,3 mEq/L
73 mg/dL
3,1 mg/dL
22 mEq/L
182 mg/dL
132 mEq/L
6,4 mEq/L
95 mg/dL
6,2 mg/dL
21 mEq/L

Data
Etiologi
Problem
DO:
-Gagal ginjal akut
-Diabetes militus
-Radang paru-paru lobus bawah kanan
TTV:
TD: 162/94 mmHg
Nadi 80/menit
RR 16x/menit
Suhu 38o C
Pemeriksaan Lab:
-Glukosa
-Sodium
-Potassium
-BUN
-Creatinin
-Karbondioksida
-output urin selama 24 jam 450 ml
Riwayat penykit DM

Penurunan fungsi Ginjal

Peningkatan Ureum Kreatinin



Peningkatan ureun kreatinin b.d kerusakan fungsi ginjal

B.     DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.






INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia


6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

BAB IV
PENUTUP

Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang brkembang cepat. Laju filtrasi gromelurus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF biasanya disertai oleh oligurea (keluaran urine < 400 ml/hari). Criteria oliguria tidak mutlak tapi berkaitan dengan fakta bahwa rata-rata diet orang amerika mengandung sekitar 600 mOsm zat terlarut.





















DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Nursalam & Fransisca B. Batticaca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Rani, A. Aziz, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Suharyanto, Toto & Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar