BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan
suatu sindrom klinis yang secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang
menyebabkan azotemia yang brkembang cepat. Laju filtrasi gromelurus yang
menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5
mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa
hari. ARF biasanya disertai oleh oligurea (keluaran urine < 400 ml/hari).
Criteria oliguria tidak mutlak tapi berkaitan dengan fakta bahwa rata-rata diet
orang amerika mengandung sekitar 600 mOsm zat terlarut.
Jika kemampuan pemekatan urine maksimum sekitar 1200
mOsm /L air, maka kehilangan air obligat dalam urine adalah 500 ml. oleh karna
itu ,bila keluaran urine menurun hingga kurang dari 400 ml/hari, penambahan jat
terlarut tidak bisa dibatasi dengan kadar BUN serta kreatinin meningkat. Namun
oliguria bukan merupakan gambaran penting pada ARF. Bukti penelitian terbaru
mengesankan bahwa pada sepertiga hingga separuh kasus ARF,keluaran urine
melebihi 400 ml /hari.dan dapat mencapai hingga 2L/hari. Bentuk ARF ini disebut
ARF keluaran-tinggi atau disebut non-ologurik. ARF menyebabkan timbulnya gejala
dan tanda menyerupai sindrom uremik pada gagal ginjal kronik,yang mencerminkan
terjadinya kegagalan fungsi regulasi, eksresi, dan endokrin ginjal. Namun
demikian, osteodistrofi ginjal dan anemiabukan merupakan gambaran yang lazim
terdapat pada ARF karena awitanya akut.
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat
memahami asuhan keperawatan gagal ginjal aku
Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu
memahami definisi Artritis Reumatoid
b. Mahasiswa mampu
memahami penyebab/etiologi gagal ginjal akut
c. Mahasiswa mampu
memahami epidemiologi gagal ginjal akut
d. Mahasiswa mampu
memahami manifestasi klinik gagal ginjal akut
e. Mahasiswa mampu
memahami patofisiologi gagal ginjal akut
f. Mahasiswa mampu
memahami komplikasi gagal ginjal akut
g. Mahasiswa mampu
memahami asuhan keperawatan gagal ginjal akut
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju
filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang
mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum dan
kreatinin.
B. Etiologi
B. Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibagi menjadi tiga kategori umum:
1. Penyebab prerenal
Terjadinya
hipoperfusi ginjal. Akibat kondisi yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
ginjal dan menurunnya filtrasi glomerulus. Keadaan penipisan volume
(hipovolemia seperti luka bakar dan perdarahan atau kehilangan cairan melalui
saluran pencernaan), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), gangguan fungsi
jantung (infark miokardium, CHF, atau syok kardiogenik), dan terapi diuretik.
Hal ini biasanya ditandai dengan penurunan turgor kulit, mukosa membran kering,
penurunan berat badan, hipotensi, oliguri, atau anuria.
2. Penyebab intrarenal
2. Penyebab intrarenal
Kerusakan aktual jaringan ginjal
akibat trauma jaringan glomerulus atau tubulus ginjal. Keadaan yang berhubungan
dengan iskemia intrarenal, toksin, proses imunologi, sistemik, dan vascular.
Pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) yang menybabkan iskemik
ginjal. Cedera akibat benturan dan infeksi serta agen nefrotoksik menyebabkan
nekrosis tubulus akut (ATN). Selain itu, reaksi tranfusi menyebabkan gagal
intrarenal. Hal ini biasanya ditandai dengan demam, kemerahan pada kulit, dan
edema.
3. Penyebab
postrenal
Terjadi akibat sumbatan atau gangguan aliran urine melalui saluran kemih
(sumbatan bagian distal ginjal). Hal ini biasanya ditandai dengan adanya
kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih dan perubahan aliran kemih.
C. Patofisiologi
C. Patofisiologi
Suatu hipotesis tentang pathogenesis gagal ginjal akut adalah kerusakan
tubulus yang menyebabkan tidak dapat menyeimbangkan sodium secara normal
sehingga mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Kembalinya aliran
darah ke renal akibat peningkatan tonus arteri afferent dan efferent, sehingga
terjadi iskemia yang menyebabkan peniongkatan vasopressin, edema seluler,
menghambat sintesis prostaglandin yang berakibat pada terstimulasinya sistem
renin-angiotensin. Penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan penurunan
tekanan glomerulus, rata-rata filtrasi glomerulus, arus tubular sehingga
menimbulkan oliguri. Selain itu ada teori yang mengemukakan sampah sel dan
protein di dalam tubulus menyumbat saluran tubulus sehingga terjadi peningkatan
tekanan intra tubular. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan onkotik yang
berlawanan dengan tekanan filtrasi hingga filtrasi glomerulus berhenti.
Penurunan aliran darah ke renal
menyebabkan berkurangnya peredaran oksigen ke tubulus proksimal. Hal ini
menyebabkan penurunan ATP (adeno-sisn triposfat) sel yang menimbulkan
peningkatan citosolik dan kalsium mitikondria. Akibat dari kondisi ini berupa
kematian sel dan nekrosis tubular. Nefropati vasomotor menyebabkan terjadinya
spasme kapiler peritubular yang berkibat pada kerusakan tubulus.
D.
Manifestasi klinik
1. Pasien
tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah, dan diare.
2. Kulit dan membrane mukosa kering dan nafas mungkin berbau urine.
3. Manifestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
4. Perubahan pengeluaran produksi urine
2. Kulit dan membrane mukosa kering dan nafas mungkin berbau urine.
3. Manifestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
4. Perubahan pengeluaran produksi urine
Haluaran
urin sedikit, dapat mengandung darah, BJ sedikit rendah yaitu 1.010.
5. Peningkatan yang tetap dalam BUN, dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
6. Hiperkalemia
5. Peningkatan yang tetap dalam BUN, dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
6. Hiperkalemia
Klien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu
mengekskresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium
seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+
tinggi). Hiperkalemia menyebabkan distritmia dan henti jantung. Sumber kalium
mencakup katabolisme jaringan normal; masukan diet; darah di saluran
gastrointestinal; atau transfusi darah dan sumber-sumber lain (infuse
intravena, penisilin kalium, dan pertukaran ekstraseluler sebagai respons
terhadap adanya asidosis metabolik).
7. Asidosis
metabolik
Klien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti
substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu,
mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan
kandungan karbon dioksida darah dan pH darah. Sehingga, asidosis metabolik
progresif menyertai gagal ginjal.
8.
Abnormalitas Ca++dan PO4
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi; serum kalsium mungkin
menurun sebagai respons terhadap penurunan absorpsi kalsium di usus dan sebagai
mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
9. Anemia
9. Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisis yang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran GI. Adanya bentuk eritropoetin (Epogen) yang sekarang
banyak tersedia, menyebabkan anemia tidak lagi menjadi masalah utama dibanding
sebelumnya.
E. Penatalaksanaan
medik
Penatalaksanaan medik terhadap gagal ginjal akut tergantung pada proses
penyakitnya. Tujuannya untuk memelihara keseimbangan kadar normal kimia dalam
tubuh, mencegah komplikasi, memperbaiki jaringan ginjal dan mengembalikan
fungsi ginjal sebisa mungkin.
1. Dialisis
Dialisis
dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi
secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan
luka.
2. Penatalaksanaan
hiperkalemia
Keseimbangan
cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut;
hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini.
Oleh karena itu, klien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian
pemeriksaan kadar elektrolit serum. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi
dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat
[Kayexalate]), secara oral atau melalui retensi enema. Kayexalate bekerja
dengan merubah ion kalium menjadi natrium di saluarn intestinal.
3. Memelihara keseimbangan cairan
3. Memelihara keseimbangan cairan
Penatalaksaan
keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena
sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah,dan
status klinis klien. Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin,
drainase lambung, feses, drainase luka, dan perspirasi dihitung dan digunakan
sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan. Cairan yang hilang melalui kulit
dan paru sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga dipertimbangkan
dalam penatalaksanaan cairan. Gagal ginjal akut menyebabkan ketidakseimbangan
nutrisi yang berat akibat masukan yang tidak adekuat (dari mual dan muntah),
gangguan pemakaian glukosa dan sintetis protein, serta peningkatan katabolisme
jaringan. Klien ditimbang berat badannya setiap hari dapat diperkirakan turun
0,2-0,5 kg setiap hari, jika keseimbangan nitrogen negatif (masukan kalori yang
diterima kurang dari kabutuhan). Jika klien tidak kehilangan berat badan atau
mengalami hipertensi, maka diduga adanya retensi cairan.
3. Memberikan
diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet protein
dibatasi sampai 1g/kg selama fase oligurik untuk menurunkan pemecahan protein
dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Kebutuhan kalori dipenuhi dengan
pemberian diet tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek terhadap
protein yang luas. Makanan dan cairan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang,
jus buah,dan kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2 g/hari.
4. Mengoreksi
asidosis dan peningkatan fosfat
Jika
asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau; tindakan ventilasi
yang tepat harus dilakukan jika terjadi masalah pernapasan. Klien memerlukan
terapi natrium karbonat atau dialisis. Peningkatan konsentrasi serum fosfat
klien dapat dikendalikan dengan agens pengikat fosfat (aluminium hidroksida);
agens ini membantu mencegah peningkatan serum fosfat dengan menurunkan absorpsi
fosfat di saluran intestinal.
5. Monitoring
selama fase pemulihan
Fase
oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10-20 hari dan diikuti fase
diuretik, dimana haluaran urin mulai menungkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal
telah membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan untuk menentukan jumlah natrium,
kalium, dan cairan, yang diperlukan selama pengkajian terhadap hidrasi lebih
dan hidrasi kurang. Setelah itu, klien diberikan diet tinggi protein, tinggi
kalori dan didorong untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
A. identitas klien
Nama : Ny.W
Jenis kelamin : Perempuan
Umur
: 49 tahun
Diagnosa medis : Gagal Ginjal Akut
B.
keluhan utama
C.
riwayat penyakit sekarng
D.
riwayat penyakit dahulu
Klien
menderita penyakit radang paru-paru dan diabetes miletus(DM)
E.
data biologis
F
. pemeriksaan fisik
a.
tanda-tanda vital
TD :
162/94
NADI : 80 X/menit
RR :
16 X/menit
SUHU : 38o C
b.
kepala:
c.
Leher :
d.
thorak :
e.
paru :
f.
abdomen :
g.
ektremitas :
g.
Data psikologis
h.
Data spiritual
i.
Data sosial
j.
data penunjang
terapi
obat:
Kalsium glukonat
D5W
Insulin reguler
Kayexelate dan sobritol
Lasix
Hasil
labolatorium:
SMA7
|
Hari pertama
|
Hari ke dua
|
Glukosa
Sodium
Potassium
BUN
Creatinin
Karbondioksida
|
150
mg/dL
131
mEq/L
5,3 mEq/L
73 mg/dL
3,1 mg/dL
22 mEq/L
|
182
mg/dL
132
mEq/L
6,4 mEq/L
95 mg/dL
6,2 mg/dL
21 mEq/L
|
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
DO:
-Gagal
ginjal akut
-Diabetes
militus
-Radang
paru-paru lobus bawah kanan
TTV:
TD:
162/94 mmHg
Nadi
80/menit
RR
16x/menit
Suhu
38o C
Pemeriksaan
Lab:
-Glukosa
-Sodium
-Potassium
-BUN
-Creatinin
-Karbondioksida
-output urin selama 24 jam 450 ml
|
Riwayat
penykit DM
Penurunan
fungsi Ginjal
Peningkatan
Ureum Kreatinin
|
Peningkatan
ureun kreatinin b.d kerusakan fungsi ginjal
|
B.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi
b/d depresi pertahanan imunologi.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
|
INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R:
Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b.
Kaji adanya hipertensi
R:
Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c.
Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R:
HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d.
Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R:
Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder :
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b.
Batasi masukan cairan
R:
Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap
terapi
c.
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R:
Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3.
Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi
4.
Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi
melalui alkalosis respiratorik
Tujuan:
Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R:
Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b.
Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R:
Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c.
Atur posisi senyaman mungkin
R:
Mencegah terjadinya sesak nafas
d.
Batasi untuk beraktivitas
R:
Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan:
Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b.
Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c.
Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d.
Pertahankan status nutrisi yang adekuat
BAB IV
PENUTUP
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan
suatu sindrom klinis yang secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang
menyebabkan azotemia yang brkembang cepat. Laju filtrasi gromelurus yang
menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5
mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa
hari. ARF biasanya disertai oleh oligurea (keluaran urine < 400 ml/hari).
Criteria oliguria tidak mutlak tapi berkaitan dengan fakta bahwa rata-rata diet
orang amerika mengandung sekitar 600 mOsm zat terlarut.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Nursalam & Fransisca B. Batticaca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Rani, A. Aziz, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Suharyanto, Toto & Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Nursalam & Fransisca B. Batticaca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Rani, A. Aziz, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Suharyanto, Toto & Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar