Selasa, 13 Maret 2012

askep radang usus


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif.
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian.
Obstruksi kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada obstruksi usus halus.
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik untuk diteliti mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien yang ditangani secara konservatif.

1.2  Tujuan Penulisan
a.       Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami apa itu ilieus dan mampu menentukan atau membuat asuhan keperawatan.
b.      Tujuan khusus
·      Mahasiswa mampu memahami definisi Ilieus
·      Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi sistem pencernaan
·      Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Ilieus
·      Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan medis Ilieus
·      Mahasiswa mampu membuat dan melaksanakan Asuhan Keperawatan

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Konsep Penyakit
2.1  Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut.
a.       Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
b.      Ileus Paralitik adalah hilangnya peristaltic usus sementara.
Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus atau gangguan neurologist seperti penyakit Parkinson. Ileus Paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air besar.

2.2  Anatomi Fisiologi
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diemeter usus besar sudah pasti lebih besar sari usus halus, yaitu sekitar 6,5 cm, tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.  Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menepati dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal ke dalam usus halus. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, tranversum, desesnden dan sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas secara berturut-turut disebut sebagai feksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk-S. bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum, yang membentang dari kolon sigmoid hingga anus. Satu inci dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ai internus dan an eksternus. Panjang rektum da kanalis ani adalah sekitar 15 cm.
Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut sebagi taenia koli. Panjang taenia lebih pendek daripaa usus, sehingga usus tertarik dan berkerut mebentuk kanting-kanting kecil yang disebut haustra. Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritonium yang berisi lemak dan melekat sepanjag taenia.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria mesentrika superior memperdarahi belahan kanan (sekum, kolon asenden dan duapertiga proksimal kolon tranversum), dan arteria mesentrika inferior mendarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media an inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dngan pengecualian sfingter eksterna yang bersda dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis bejalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon tranversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakra menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut pasca ganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang pling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir selsai dlam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung masa feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.


2.3  Patofisiologis

2.4  Penatalaksanaan Medis
1.      Konservatif
a.       Penderita dirawat di rumah sakit.
b.      Penderita dipuasakan
c.       Kontrol status airway, breathing and circulation.
d.      Dekompresi dengan nasogastric tube.
e.       Intravenous fluids and electrolyte
f.       Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
g.      Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.

2.      Farmakologis
a.    Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
b.    Analgesik apabila nyeri.

3.      Operatif
a.       Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
b.      Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi kolon.
c.       Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
d.      Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
·         Lisis pita untuk band
·         Herniorepair untuk hernia inkarserata
·         Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
·         Reseksi usus dengan anastomosis
·         Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

B.     ASUHAN KEPERAWATAN
2.5  Pengkajian
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien ileus paralitik adalah sebagai berikut:
a.       Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, status perkawinan, suku bangsa.
b.      Riwayat Keperawatan
c.       Riwayat kesehatan sekarang, meliputi apa yang dirasakan klien saat pengkajian.
d.      Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi penyakit yang diderita, apakah sebelumnya pernah sakit sama.
e.       Riwayat kesehatan keluarga, meliputi apakah dari keluarga ada yang menderita penyakit yang sama.
f.       Riwayat psikososial dan spiritual meliputi pola interaksi, pola pertahanan diri, pola kognitif, pola emosi, dan nilai kepercayaan klien.
g.      Kondisi lingkungan meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang mendukung kesehatan klien.
h.      Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, personal hygiene, pola aktivitas sehari-hari, dan pola aktivitas tidur.
i.        Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi, yaitu:
Inspeksi perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada region inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada intussusepsi dapat terlihat masa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Kadang teraba masa seperti tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher. Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada:
1.      System penglihatan posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata normal atau tidak, pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea normal atau tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak.
2.      System pendengaran daun telinga, serumen, cairan dalam telinga.
3.      System pernafasan kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau tidak batuk dan pernafasan sesak atau tidak.
4.      System hematologi ada atau tidak perdarahan, warna kulit.
5.      System saraf pusat tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan tekanan intracranial.
6.      System pencernaan kedalaman mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva, warna dan konsistensi feces.
7.      System urogenital warna BAK.
8.      System integument turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit, keadaan rambut.

 Palpasi
1.      System pencernaan abdomen, hepar nyeri tekan di daerah epigastrium.
2.      System kardiovaskuler pengisian kapiler.
3.      System integument ptechiae.

     Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltic melemah sampai hilang.

2.6  Diagnosa keperawatan
Adapun diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan ileus paralitik menurut Harnawati, A. J, 2008 adalah sebagai berikut:
a.    Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya.
b.    Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
c.    Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
d.   Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
e.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal-pegal seluruh tubuh.
f.     Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien ileus paralitik berhubungan dengan kurangnya informasi.
g.    Kecemasan ringan-sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.

2.7  Rencana Asuhan Keperawatan

No
Dp
Rencana Keperawatan
Tujuan
Intervensi dan Rasionalisasi
1
Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan rasa nyaman nyeri terpenuhi dengan criteria hasil: Nyeri hilang/ berkurang
a.       Kaji tingkat nyeri.
Rasional: untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui pemberian terapi sesuai indikasi.
b.     Berikan posisi senyaman mungkin.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan.
c.       Berikan lingkungan yang nyaman.
Rasional: Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.
d.      Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi (profenid 3x1 supp).
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
2
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil: Mual, muntah hilang, nafsu makan bertambah, makan habis satu porsi.
a.       Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah.
Rasional: Untuk menilai keluhan yg ada yg dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan nutrisi.
b.     Kolaburasi pemberian obat anti Emetik (Antacid).
Rasional: Membantu mengurangi rasa mual dan muntah.
3
Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan syok hipovolemik tidak terjadi dengan criteria hasil: Tanda-tanda vital dalam batas normal, volume cairan tubuh seimbang, intake cairan tepenuhi.
a.       Monitor keadaan umum penyimpangan dari keadaan normalnya.
Rasional: Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
b.      Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Merupakan acuan untuk mengetauhi keadaan umum pasien.
c.       Kaji intake dan output cairan.
Rasional: Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
d.      Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena.
Rasional: Untuk memenuhi keseimbangan cairan.
4
Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
Setelah dilakukan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan pola eliminasi tidak terjadi dengan kriteria hasil: Pola eliminasi BAB normal.
a.       Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces.
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya kelainan yang terjadi pada eliminasi fekal.
b.      Auskultasi bising usus.
Rasional: Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usus.
c.       Anjurkan klien untuk minum banyak.
Rasional: Untuk merangsang pengeluaran feces.
d.      Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Rasional: Untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
5
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal-pegal seluruh tubuh.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur teratasi dengan kriteria hasil: Pola tidur terpenuhi.
a.       Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien.
Rasional: Untuk mengetahui pola tidur yang normal pada pasien dan dapat menentukan kelainan pada pola tidur.
b.      Beri lingkungan yang nyaman.
Rasional: Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan aktivitas dan tidur.
c.       Batasi pengunjung selama periode istirahat.
Rasional: Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur pasien.
d.      Pertahankan tempat tidur yang hangat, bersih, dan nyaman.
Rasional: Supaya pasien dapat tidur dengan nyaman.
e.       Kolaborasi pemberian terapi analgetika.
Rasional: Agar mengurangi rasa nyeri yang mengganggu pola tidur pasien.
6
Kecemasan ringan-sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan tidak terjadi dengan kriteria hasil: Keccemasan berkurang.
a.       Kaji rasa cemas klien.
Rasional: untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien.
b.      Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.
Rasional: Untuk terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
c.       Berikan penjelasan tentang setiap prosedur yang dilakukan terhadap klien.
Rasional: Agar pasien mengetahui tujuan dari tindakan yang dilakukan pada dirinya.

Evaluasi
S: Klien / keluarga mengatakan…..
O: Klien tampak.
     Tanda-tanda vital: TD:…mmHg, N:..x/menit, RR:….x/menit, S:…oC.
A: Masalah teratasi / teratasi sebagian / belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi.


BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Pembahasan
Kasus ke 2
Tujuan : setelah proses belajar mahasiswa mampu menyelesaikan masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada pasien yang mengalami gangguan peradangan pada usus besar
Tn. L adalah seorang pasien berusia 40 tahun dengan riwayat penyakit radang usus besar, dia dilarikan ke kamar darurat karena menderita nyeri perut yang parah, mual, muntah, tidak bisa kentut dan tidak bisa buang tinja selama 3 hari. Setelah diperiksa perawat menyimpulkan terjadinya ketegangan abdomen berkaitan dengan kekakuan abdomen suara usus tidak ada dalam 3 kuadran. Pasien terlihat lemah, kurus, bibir kering, tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi nadi 102 x/menit, suhu 39ºc, frekuensi napas 26 x/menit, pasien tampak sesak napas, pasien mengatakan jarang kencing.
Perawat dikamar darurat tersebut melaporkan riwayat dan temuan pemeriksaan fisik kepada dokter. Perawat mencatat temuan-temuan ini pada catatan pasien.
Dokter meminta sinar X abdomen dan tes laboratorium untuk kimia darah. Sinar X abdomen menunjukan gangguan usus kecil. Diagnosa penyakit radang usus dengan gangguan usus kecil ditegakan berdasarkan riwayat dan temuan sinar X. Pasien direncanakan operasi bedah abdomen / laparatomy. Perawat melakukan persiapan pasien untuk prosedur operasi berdasarkan intervensi mandiri dan intervensi kolaboratif sesuai catatan pasien.
Setelah operasi perawat melaksanakan perawatan pasca operasi, termasuk rencana pemberian makan sampai kriteria pemberian makan tercapai. Selama itu selang NG tetap pada kondisi low intermitten suction untuk menjaga dekompresi perut, perawat terus melakukan observasi perkembangan pasien dan mencatat hasil observasi pada catatan pasien. Sampai hari ke 3 operasi fungsi usus besar belum menunjukan tanda-tanda berfungsi dengan baik. Perawat melaporkan kepada dokter dan mendiskusikan pemberian masukan gizi kepada pasien. Pada hari pertama perawat melakukan evaluasi terhadap irisan abdomen.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Sebelum Operasi
Pemeriksaan
Nilai Hasil
Haemoglobin
8mg/dL
Hematokrit
25%
Leukosit
18000 /Mm3
Trombosit
160.000 per microliter
LED
13 mm/jam
Faktor pembekuan
1,5/Duke
Na+
130 mEq/L
K+
3 mEq/L
Cl-
93 mEq/L
Ca+
4,3 mEq/L
Co2
22 mEq/L
SGOT
35 U/L
SGPT
41 U/L
BUN
25 mg/dL
Creatinin
1,5 mg/dL
Glukosa
100 mg/dL
Albumin
3 gr/D/dL

Terapi obat-obatan yang didapat :
a.       Vitamin K
b.      Fe
c.       Metronidazole
d.      Sulfasalazine
e.       Lomotile
f.       Probanthine
g.      Cefotaxim
h.      Dexamethason
Kondisi 3 hari post op tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 98 x/menit, repirasi 16 x/menit, suhu 38ºc, urine output 400 ml/24 jam warna pekat, bising usus 1-2 x/menit tapi belum jelas terdengar. Pasien masih dipuasakan. Bibir kering, napas bau, perut sedikit tegang, suara perkusi timpany, kondisi umum terlihat lemah dan lusuh, tidak dapat menggerakan badan, membatasi pergerakan, hanya tidur terlentang, platus ( - ), kondisi luka kemerahan, terdapat cairan yang keluar dari ujung jahitan
Analisa Data Pre Op
Data
Etiologi
Masalah
DO :
·         Tekanan darah : 90/60 mmHg
·         Pulse : 102 x/menit
·         Respirasi : 26 x/menit
·         Suhu : 39ºc
·         Pasien tampak lemah, kurus dan bibir kering
·         Pasien tampak sesak
·         Abdomen tegang
·         BU tidak ada
·         Pemeriksaan penunjang
Sinar X menunjukan gangguan usus kecil
Infeksi pada usus

Penurunan peristaltik usus

Terakumulasi cairan dan chymus diusus

Penurunan                            absorpsi
                       
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, ditandai dengan : tekanan darah 90/60 mmHg, pulse 102 x/menit, bibir kering, lemah.
DS :
·         Pasien mengatakan jarang kencing
·         Nyeri perut yang parah
·         Mual muntah
·         Tidak BAB selama 3 hari
Pemeriksaan Laboratorium yang menyimpang :
·         HB = 8 mg/dL, normal 13,5 – 18 mg/dL
·         Leukosit = 18000 /mm3, normal 5000 – 10000 /mm3
·         Trombosit = 160000 /mL, normal 150000 – 400000 /mL
·         LED = 13 mm/jam, normal 0 – 8 mm/jam
·         Na+ = 130 mEq/L, normal 135 – 145 mEq/L
·         K+ = 3 mEq/L, normal 3,5 – 5,0 mEq/L
·         Ca+ = 4,3 mEq/L, normal 4,5 – 5,5 mEq/L
·         Creatinin = 1,5 mg/dL, normal 0,6 – 1,3 mg/dL
·         Albumin = 3 gr/dL, normal 3,8 – 5,1 gr/dL
Infeksi pada usus

Penurunan peristaltik usus

Terakumulasi cairan dan chymus diusus

Penurunan                            absorpsi
                       
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
·         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien, ditandai dengan : abdomen tegang,  Pemeriksaan penunjang, Sinar X menunjukan gangguan usus kecil, BU tidak ada, Pasien tampak lemah, kurus dan bibir kering



Infeksi pada usus

Penurunan peristaltik usus

Terakumulasi cairan dan chymus diusus

Penurunan                            absorpsi
                       

Gangguan elektrolit
Gangguan elektrolit
Ditandai dengan : penurunan 
Na+ = 130 mEq/L, normal 135 – 145 mEq/L
K+ = 3 mEq/L, normal 3,5 – 5,0 mEq/L
Ca+ = 4,3 mEq/L, normal 4,5 – 5,5 mEq/L


Diagnosa Keperawatan pre op
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2.      Ketidakseimbangan nutrisin kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
3.      Gangguan elektrolit
Intervensi
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, ditandai dengan : tekanan darah 90/60 mmHg, pulse 102 x/menit, bibir kering, lemah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan volume cairan seimbang dengan criteria hasil: klien tidak lemah, bibir lembab
Intervensi
Rasional
a.       Awasi pemasukan dan pengeluaran
Untuk mengetahui jumlah pemasukan dan pengeluaran
b.      Catat insiden muntah
Untuk mengetahui karakteristik muntah
c.       Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 lt/hari
Untuk meningkatkan volume cairan dalam tubuh
d.      Awasi TTV, evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Untuk mengetahui perubahan pasien
e.       Kolaborasi pemberian therapi
Untuk mempercepat proses penyembuhan

2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien, ditandai dengan : abdomen tegang,  Pemeriksaan penunjang, Sinar X menunjukan gangguan usus kecil, BU tidak ada, Pasien tampak lemah, kurus dan bibir kering
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan criteria hasil: klien tidak lemah, bibir lembab dan tidak kurus
Intervensi
Rasional
a.       Catat dan laporkan adanya anorexia, kelemahan umum, nyeri abdomen, munculnya mual dan muntah
Untuk mengetahui perkembangan pasien
b.      Pantau masukan makanan setiap hari
Untuk mengetahui perubahan pasien
c.       Kolaborasi pemberian nutrisi melalui IV
Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan


3.      Gangguan elektrolit
Ditandai dengan : penurunan  Na+ = 130 mEq/L, normal 135 – 145 mEq/L, K+ = 3 mEq/L, normal 3,5 – 5,0 mEq/L, Ca+ = 4,3 mEq/L, normal 4,5 – 5,5 mEq/L, muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan volume elektrolit tubuh dapat terpenuhi dengan criteria hasil: Na+, K+ dan Canaik.
Intervensi
Rasional
a.       Pantau TTV
Untuk mengetahui perubahan pasien
b.      Pertahankan masukan dan haluaran akurat
Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit tubuh
c.       Perhatikan penurunan urine/24 jam

d.      Timbang BB sesuai indikasi, waspada terhadap penambahan BB tiba-tiba
Untuk mengetahui perubahan pasien
e.       Pantau kecepatan infus dari saluran parenteral secara ketat
Untuk mempertahankan cairan elektrolit tubuh
f.       Kolaborasi
·         Bantu dengan identifikasi atau pengobatan penyebab dasar
·         Pantau pemeriksaan laboratorium elektrolit,  BUN, GDA.
Untuk mempercepat proses penyembuhan

Analisa Data Post Op
Data
Etiologi
Masalah
DO :
·         Tekanan darah : 90/70 mmHg
·         Pulse : 98 x/menit
·         Suhu 38ºc
·         Respirasi : 16x/menit
·         Urine output : 400/24 jam
·         BU 1-2x/menit (belum jelas)
Pasien dipuasakan
·      Napas bau
·      Bibir kering
·      Perut sedikit tegang
·      Suara perkusi timpany
·      Kondisi umum terlihat lemah dan lusuh
·      Kondisi luka kemerahan
·      Terdapat cairan yang keluar dari ujung jahitan

DS :
·      Tidak dapat menggerakan badan
·      Membatasi pergerakan
·      Hanya tidur terlentang
·      Platus ( - )
Tindakan operasi            
        Infeksi       kesulitan bergerak         ada cairan keluar dari jahitan            
Luka kemerahan        
Keterlambatan pemulihan pasca bedah        
·      Keterlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan infeksi area pembedahan pasca bedah, ditandai dengan : Tidak dapat menggerakan badan,  Kondisi luka kemerahan, membatasi pergerakan

Tindakan operasi        

BU tidak stabil
 

Tegang abdomen

Hambatan mobilitas ditempat tidur
·      Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan nyeri post op, ditandai dengan : Tidak dapat menggerakan badan, Membatasi pergerakan, Hanya tidur terlentang


Diagnosa keperawatan post op
1.      Keterlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan infeksi
2.      Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan nyeri post op

Intervensi :
1.      Keterlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan infeksi, ditandai dengan : Tidak dapat menggerakan badan,  Kondisi luka kemerahan, membatasi pergerakan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan infeksi berkurang dengan criteria hasil: dapat menggerakan badannya
Intervensi
Rasional
Observasi TTV
Mengetahui keadaan umum pasien
Kaji luka
Mengetahui karakteristik luka
Kaji tanda-tanda infeksi
Mengobservasi perubahan-perubahan
Gunakan tehnik aseptik ketat ketika melakukan prosedur tindakan infasif
Meminimalisir infeksi nosokomial
Kolaborasi pemberian antibiotik
Mempercepat proses penyembuhan

2.      Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan nyeri post op, ditandai dengan :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan rasa nyaman nyeri terpenuhi dengan criteria hasil: Nyeri hilang atau berkurang
Intervensi
 Rasional
Ajarkan pada pasien bagaimana menggunakan relaksasi yang progresif sebagai sampingan sebagaimana diperlukan pada saat waktu tidur
Untuk mengalihkan rasa nyeri
Ajarkan pijat punggung pada waktu tidur
untuk meningkatkan keinginan tidur
Memasang penghangat yang lembut pada persendian yang terkena
Untuk mengurangi nyeri
Lakukan latihan rom aktif dan pasif
Untuk merelaksasikan otot-otot yang kaku
Kolaborasi pemberian therapi
Untuk mempercepat proses penyembuhan

BAB IV
PENUTUP
3.1  Simpulan
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut.
a.       Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
b.      Ileus Paralitik adalah hilangnya peristaltic usus sementara.
Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus atau gangguan neurologist seperti penyakit Parkinson. Ileus Paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air besar.
Dalam kasus diatas ada 2 kejadian yaitu pre dan post op sehingga hasil diskusi mendapatkan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
Diagnosa Keperawatan pre op :
1.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2.    Ketidakseimbangan nutrisin kurang dari kebutuhan berhubungan
    dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
3.    Gangguan elektrolit

Diagnosa keperawatan post op
1.      Keterlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan infeksi
2.      Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan nyeri post
3.2  Saran
Penulis menyarankan pada pembaca untuk mengkaji dan mempelajari makalah ini secara mendalam dan membaca sumber lain agar menenmukan materi yang dibahas lebih otentik dan apabila dalam penyusunan serta isi makalah ini terdapat suatu kesalahan, maka penulis berharap pada para pembaca untuk membenarkannya.


DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2.Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Marliynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC.
Nursalam & Fransisca B. Batticaca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Rani, A. Aziz, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Suharyanto, Toto & Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.



1 komentar:

  1. thanks atas infonya, sangat bermanfaat sekali ditunggu artikel yang lainnya

    http://goo.gl/bSJsvO

    BalasHapus