BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Istilah
gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di
rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.
Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah,
misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan masif di rongga perut maupun
saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat
menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran
cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Ileus adalah
gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang
segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling
sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering
disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif.
Ileus lebih
sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya memiliki
cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi
usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan
memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi
usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk
mencegah kematian.
Obstruksi
kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti volvulus,
hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih
kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang
cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis
yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon,
penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi kolostomi, tetapi
membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang menyebabkan
manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada obstruksi usus
halus.
Mengingat
penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini
sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh
ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan kemampuan ekonomi
pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor tersebut juga akan
mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada
mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh dengan sangat berbeda
dari satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik untuk diteliti
mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien yang
ditangani secara konservatif.
1.2 Tujuan
Penulisan
a.
Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami apa itu ilieus dan mampu
menentukan atau membuat asuhan keperawatan.
b.
Tujuan khusus
·
Mahasiswa mampu memahami definisi Ilieus
·
Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi sistem
pencernaan
·
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Ilieus
·
Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan medis Ilieus
·
Mahasiswa mampu membuat dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan
BAB II
TINJAUAN
TEORI
A.
Konsep Penyakit
2.1 Definisi
Ileus
adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut.
a.
Ileus Obstruktif adalah
kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
b.
Ileus Paralitik adalah
hilangnya peristaltic usus sementara.
Ileus
Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami
paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti
diabetes mellitus atau gangguan neurologist seperti penyakit Parkinson. Ileus
Paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus
tidak dapat bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air besar.
2.2 Anatomi
Fisiologi
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diemeter usus
besar sudah pasti lebih besar sari usus halus, yaitu sekitar 6,5 cm, tetapi
makin dekat anus diameternya semakin kecil.
Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menepati dua
atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran
kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan
fekal ke dalam usus halus. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, tranversum,
desesnden dan sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan
dan kiri atas secara berturut-turut disebut sebagai feksura hepatika dan
fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan membentuk
lekukan berbentuk-S. bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai
rektum, yang membentang dari kolon sigmoid hingga anus. Satu inci dari rektum
disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ai internus dan an
eksternus. Panjang rektum da kanalis ani adalah sekitar 15 cm.
Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam
tiga pita yang disebut sebagi taenia koli. Panjang taenia lebih pendek daripaa
usus, sehingga usus tertarik dan berkerut mebentuk kanting-kanting kecil yang
disebut haustra. Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritonium
yang berisi lemak dan melekat sepanjag taenia.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan
pada suplai darah yang diterima. Arteria mesentrika superior memperdarahi belahan
kanan (sekum, kolon asenden dan duapertiga proksimal kolon tranversum), dan
arteria mesentrika inferior mendarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon
tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan bagian proksimal rektum). Suplai
darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media an inferior
yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dngan pengecualian
sfingter eksterna yang bersda dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis
bejalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon tranversum, dan saraf
pelvikus yang berasal dari daerah sakra menyuplai bagian distal. Serabut
simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf
ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut pasca
ganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi,
serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang
berlawanan.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses
akhir isi usus. Fungsi usus besar yang pling penting adalah absorbsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir selsai dlam kolon dekstra. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung masa feses yang sudah terdehidrasi hingga
berlangsungnya defekasi.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi
iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare.
2.3 Patofisiologis
2.4 Penatalaksanaan
Medis
1. Konservatif
a.
Penderita dirawat di rumah sakit.
b.
Penderita dipuasakan
c.
Kontrol status airway, breathing and circulation.
d.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
e.
Intravenous fluids and electrolyte
f.
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance
cairan.
g.
Lavement jika ileus obstruksi, dan
kontraindikasi ileus paralitik.
2. Farmakologis
a.
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob
dan aerob.
b.
Analgesik apabila nyeri.
3. Operatif
a.
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah
kecuali disertai dengan peritonitis.
b.
Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah
strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi kolon.
c.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi
nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
d.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
·
Lisis pita untuk band
·
Herniorepair untuk hernia inkarserata
·
Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
·
Reseksi usus dengan anastomosis
·
Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
B. ASUHAN
KEPERAWATAN
2.5 Pengkajian
Adapun
lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien ileus paralitik adalah sebagai
berikut:
a. Identitas
pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, status
perkawinan, suku bangsa.
b. Riwayat
Keperawatan
c. Riwayat
kesehatan sekarang, meliputi apa yang dirasakan klien saat pengkajian.
d. Riwayat
kesehatan masa lalu, meliputi penyakit yang diderita, apakah sebelumnya pernah
sakit sama.
e. Riwayat
kesehatan keluarga, meliputi apakah dari keluarga ada yang menderita penyakit
yang sama.
f. Riwayat
psikososial dan spiritual meliputi pola interaksi, pola pertahanan diri, pola
kognitif, pola emosi, dan nilai kepercayaan klien.
g. Kondisi
lingkungan meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang mendukung kesehatan
klien.
h. Pola
aktivitas sebelum dan di rumah sakit meliputi pola nutrisi, pola eliminasi,
personal hygiene, pola aktivitas sehari-hari, dan pola aktivitas tidur.
i.
Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi, yaitu:
Inspeksi
perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada
region inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
intussusepsi dapat terlihat masa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat
dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Kadang teraba masa seperti
tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher. Selain itu, dapat juga melakukan
pemeriksaan inspeksi pada:
1. System
penglihatan posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata normal atau
tidak, pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak,
kornea normal atau tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau
anisokor, reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak.
2. System
pendengaran daun telinga, serumen, cairan dalam telinga.
3. System
pernafasan kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau tidak batuk dan
pernafasan sesak atau tidak.
4. System
hematologi ada atau tidak perdarahan, warna kulit.
5. System saraf
pusat tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan tekanan intracranial.
6. System
pencernaan kedalaman mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva, warna dan
konsistensi feces.
7. System
urogenital warna BAK.
8. System
integument turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit, keadaan rambut.
Palpasi
1. System
pencernaan abdomen, hepar nyeri tekan di daerah epigastrium.
2. System
kardiovaskuler pengisian kapiler.
3. System
integument ptechiae.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus
bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltic
melemah sampai hilang.
2.6 Diagnosa
keperawatan
Adapun
diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan ileus paralitik menurut
Harnawati, A. J, 2008 adalah sebagai berikut:
a.
Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan
dengan proses patologis penyakitnya.
b.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
c.
Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan
kurangnya volume cairan tubuh.
d.
Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
e.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala
dan pegal-pegal seluruh tubuh.
f.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet,
dan perawatan pasien ileus paralitik berhubungan dengan kurangnya informasi.
g.
Kecemasan ringan-sedang berhubungan dengan kondisi
pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
2.7 Rencana
Asuhan Keperawatan
No
|
Dp
|
Rencana Keperawatan
|
|
Tujuan
|
Intervensi dan Rasionalisasi
|
||
1
|
Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan
dengan proses patologis penyakitnya
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam diharapkan rasa nyaman nyeri terpenuhi dengan criteria hasil: Nyeri
hilang/ berkurang
|
a.
Kaji
tingkat nyeri.
Rasional: untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri
yang dirasakan dan mengetahui pemberian terapi sesuai indikasi.
b. Berikan
posisi senyaman mungkin.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan
kenyamanan.
c.
Berikan
lingkungan yang nyaman.
Rasional: Untuk mendukung tindakan yang telah
diberikan guna mengurangi rasa nyeri.
d. Kolaborasi
dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi (profenid 3x1 supp).
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
|
2
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam diharapkan gangguan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil: Mual, muntah
hilang, nafsu makan bertambah, makan habis satu porsi.
|
a.
Kaji
keluhan mual, sakit menelan dan muntah.
Rasional: Untuk menilai keluhan yg ada yg dapat
mengganggu pemenuhan kebutuhan nutrisi.
b. Kolaburasi
pemberian obat anti Emetik (Antacid).
Rasional: Membantu mengurangi rasa mual dan muntah.
|
3
|
Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan
dengan kurangnya volume cairan tubuh.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam diharapkan syok hipovolemik tidak terjadi dengan criteria hasil: Tanda-tanda
vital dalam batas normal, volume cairan tubuh seimbang, intake cairan
tepenuhi.
|
a.
Monitor
keadaan umum penyimpangan dari keadaan normalnya.
Rasional: Menetapkan data dasar pasien untuk
mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
b. Observasi
tanda-tanda vital.
Rasional: Merupakan acuan untuk mengetauhi keadaan
umum pasien.
c.
Kaji
intake dan output cairan.
Rasional: Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
d. Kolaborasi
dalam pemberian cairan intravena.
Rasional: Untuk memenuhi keseimbangan cairan.
|
4
|
Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan
konstipasi.
|
Setelah dilakukan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan gangguan pola eliminasi tidak terjadi dengan kriteria hasil: Pola
eliminasi BAB normal.
|
a.
Kaji dan
catat frekuensi, warna dan konsistensi feces.
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya kelainan
yang terjadi pada eliminasi fekal.
b. Auskultasi
bising usus.
Rasional: Untuk mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.
c.
Anjurkan
klien untuk minum banyak.
Rasional: Untuk merangsang pengeluaran feces.
d. Kolaborasi
dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Rasional: Untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi.
|
5
|
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala
dan pegal-pegal seluruh tubuh.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan gangguan pola tidur teratasi dengan kriteria hasil: Pola tidur
terpenuhi.
|
a.
Kaji pola
tidur atau istirahat normal pasien.
Rasional: Untuk mengetahui pola tidur yang normal
pada pasien dan dapat menentukan kelainan pada pola tidur.
b. Beri
lingkungan yang nyaman.
Rasional: Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan
aktivitas dan tidur.
c.
Batasi
pengunjung selama periode istirahat.
Rasional: Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur
pasien.
d. Pertahankan
tempat tidur yang hangat, bersih, dan nyaman.
Rasional: Supaya pasien dapat tidur dengan nyaman.
e.
Kolaborasi
pemberian terapi analgetika.
Rasional: Agar mengurangi rasa nyeri yang mengganggu
pola tidur pasien.
|
6
|
Kecemasan ringan-sedang berhubungan dengan kondisi
pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan kecemasan tidak terjadi dengan kriteria hasil: Keccemasan berkurang.
|
a.
Kaji rasa
cemas klien.
Rasional: untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien.
b. Bina
hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.
Rasional: Untuk terbinanya hubungan saling percaya
antara perawat dan pasien.
c.
Berikan
penjelasan tentang setiap prosedur yang dilakukan terhadap klien.
Rasional: Agar pasien mengetahui tujuan dari
tindakan yang dilakukan pada dirinya.
|
Evaluasi
S: Klien /
keluarga mengatakan…..
O: Klien
tampak.
Tanda-tanda vital: TD:…mmHg, N:..x/menit, RR:….x/menit,
S:…oC.
A: Masalah
teratasi / teratasi sebagian / belum teratasi.
P: Lanjutkan
intervensi.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1
Pembahasan
Kasus
ke 2
Tujuan : setelah proses
belajar mahasiswa mampu menyelesaikan masalah-masalah kesehatan yang terjadi
pada pasien yang mengalami gangguan peradangan pada usus besar
Tn.
L adalah seorang pasien berusia 40 tahun dengan riwayat penyakit radang usus
besar, dia dilarikan ke kamar darurat karena menderita nyeri perut yang parah,
mual, muntah, tidak bisa kentut dan tidak bisa buang tinja selama 3 hari.
Setelah diperiksa perawat menyimpulkan terjadinya ketegangan abdomen berkaitan
dengan kekakuan abdomen suara usus tidak ada dalam 3 kuadran. Pasien terlihat
lemah, kurus, bibir kering, tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi nadi 102
x/menit, suhu 39ºc, frekuensi napas 26 x/menit, pasien tampak sesak napas,
pasien mengatakan jarang kencing.
Perawat
dikamar darurat tersebut melaporkan riwayat dan temuan pemeriksaan fisik kepada
dokter. Perawat mencatat temuan-temuan ini pada catatan pasien.
Dokter meminta sinar X abdomen dan
tes laboratorium untuk kimia darah. Sinar X abdomen menunjukan gangguan usus
kecil. Diagnosa penyakit radang usus dengan gangguan usus kecil ditegakan
berdasarkan riwayat dan temuan sinar X. Pasien direncanakan operasi bedah
abdomen / laparatomy. Perawat melakukan persiapan pasien untuk prosedur operasi
berdasarkan intervensi mandiri dan intervensi kolaboratif sesuai catatan
pasien.
Setelah operasi perawat
melaksanakan perawatan pasca operasi, termasuk rencana pemberian makan sampai
kriteria pemberian makan tercapai. Selama itu selang NG tetap pada kondisi low
intermitten suction untuk menjaga dekompresi perut, perawat terus melakukan
observasi perkembangan pasien dan mencatat hasil observasi pada catatan pasien.
Sampai hari ke 3 operasi fungsi usus besar belum menunjukan tanda-tanda
berfungsi dengan baik. Perawat melaporkan kepada dokter dan mendiskusikan
pemberian masukan gizi kepada pasien. Pada hari pertama perawat melakukan
evaluasi terhadap irisan abdomen.
Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Sebelum Operasi
Pemeriksaan
|
Nilai
Hasil
|
Haemoglobin
|
8mg/dL
|
Hematokrit
|
25%
|
Leukosit
|
18000 /Mm3
|
Trombosit
|
160.000 per microliter
|
LED
|
13 mm/jam
|
Faktor pembekuan
|
1,5/Duke
|
Na+
|
130 mEq/L
|
K+
|
3 mEq/L
|
Cl-
|
93 mEq/L
|
Ca+
|
4,3 mEq/L
|
Co2
|
22 mEq/L
|
SGOT
|
35 U/L
|
SGPT
|
41 U/L
|
BUN
|
25 mg/dL
|
Creatinin
|
1,5 mg/dL
|
Glukosa
|
100 mg/dL
|
Albumin
|
3 gr/D/dL
|
Terapi
obat-obatan yang didapat :
a.
Vitamin K
b.
Fe
c.
Metronidazole
d.
Sulfasalazine
e.
Lomotile
f.
Probanthine
g.
Cefotaxim
h. Dexamethason
Kondisi
3 hari post op tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 98 x/menit, repirasi 16 x/menit,
suhu 38ºc, urine output 400 ml/24 jam warna pekat, bising usus 1-2 x/menit tapi
belum jelas terdengar. Pasien masih dipuasakan. Bibir kering, napas bau, perut
sedikit tegang, suara perkusi timpany, kondisi umum terlihat lemah dan lusuh,
tidak dapat menggerakan badan, membatasi pergerakan, hanya tidur terlentang,
platus ( - ), kondisi luka kemerahan, terdapat cairan yang keluar dari ujung
jahitan
Analisa Data Pre Op
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
DO :
·
Tekanan darah : 90/60 mmHg
·
Pulse : 102 x/menit
·
Respirasi : 26 x/menit
·
Suhu : 39ºc
·
Pasien tampak lemah, kurus dan bibir kering
·
Pasien tampak sesak
·
Abdomen tegang
·
BU tidak ada
·
Pemeriksaan penunjang
Sinar X menunjukan gangguan usus kecil
|
Infeksi
pada usus
Penurunan
peristaltik usus
Terakumulasi
cairan dan chymus diusus
Penurunan absorpsi
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
|
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif, ditandai dengan : tekanan darah 90/60 mmHg,
pulse 102 x/menit, bibir kering, lemah.
|
DS :
·
Pasien mengatakan jarang kencing
·
Nyeri perut yang parah
·
Mual muntah
·
Tidak BAB selama 3 hari
Pemeriksaan Laboratorium yang menyimpang
:
·
HB = 8 mg/dL, normal 13,5 – 18 mg/dL
·
Leukosit = 18000 /mm3, normal 5000
– 10000 /mm3
·
Trombosit = 160000 /mL, normal 150000 –
400000 /mL
·
LED = 13 mm/jam, normal 0 – 8 mm/jam
·
Na+ = 130 mEq/L, normal 135 – 145
mEq/L
·
K+ = 3 mEq/L, normal 3,5 – 5,0
mEq/L
·
Ca+ = 4,3 mEq/L, normal 4,5 – 5,5 mEq/L
·
Creatinin = 1,5 mg/dL, normal 0,6 – 1,3 mg/dL
·
Albumin = 3 gr/dL, normal 3,8 – 5,1 gr/dL
|
Infeksi
pada usus
Penurunan
peristaltik usus
Terakumulasi
cairan dan chymus diusus
Penurunan absorpsi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
|
·
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien, ditandai dengan
: abdomen tegang, Pemeriksaan
penunjang, Sinar X menunjukan gangguan usus kecil, BU tidak ada, Pasien
tampak lemah, kurus dan bibir kering
|
Infeksi
pada usus
Penurunan
peristaltik usus
Terakumulasi
cairan dan chymus diusus
Penurunan absorpsi
Gangguan
elektrolit
|
Gangguan
elektrolit
Ditandai
dengan : penurunan
Na+ =
130 mEq/L, normal 135 – 145 mEq/L
K+ =
3 mEq/L, normal 3,5 – 5,0 mEq/L
Ca+
= 4,3 mEq/L, normal 4,5 – 5,5 mEq/L
|
Diagnosa Keperawatan pre op
1. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Ketidakseimbangan
nutrisin kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrien
3. Gangguan
elektrolit
Intervensi
1. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, ditandai dengan : tekanan
darah 90/60 mmHg, pulse 102 x/menit, bibir kering, lemah.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan volume cairan
seimbang dengan criteria hasil: klien tidak lemah, bibir lembab
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Awasi pemasukan dan pengeluaran
|
Untuk mengetahui jumlah pemasukan
dan pengeluaran
|
b.
Catat insiden muntah
|
Untuk
mengetahui karakteristik muntah
|
c.
Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 lt/hari
|
Untuk
meningkatkan volume cairan dalam tubuh
|
d.
Awasi TTV, evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor
kulit dan membran mukosa
|
Untuk
mengetahui perubahan pasien
|
e.
Kolaborasi pemberian therapi
|
Untuk
mempercepat proses penyembuhan
|
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien, ditandai dengan :
abdomen tegang, Pemeriksaan penunjang,
Sinar X menunjukan gangguan usus kecil, BU tidak ada, Pasien tampak lemah,
kurus dan bibir kering
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi
dapat terpenuhi dengan criteria hasil: klien tidak lemah, bibir lembab dan
tidak kurus
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Catat dan laporkan adanya anorexia, kelemahan umum,
nyeri abdomen, munculnya mual dan muntah
|
Untuk
mengetahui perkembangan pasien
|
b.
Pantau masukan makanan setiap hari
|
Untuk
mengetahui perubahan pasien
|
c.
Kolaborasi pemberian nutrisi melalui IV
|
Untuk
membantu mempercepat proses penyembuhan
|
3.
Gangguan elektrolit
Ditandai dengan : penurunan Na+
= 130 mEq/L, normal 135 – 145 mEq/L, K+ = 3 mEq/L, normal
3,5 – 5,0 mEq/L, Ca+ = 4,3 mEq/L, normal 4,5 – 5,5 mEq/L, muntah
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan volume elektrolit
tubuh dapat terpenuhi dengan criteria hasil: Na+, K+ dan
Ca+ naik.
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Pantau TTV
|
Untuk
mengetahui perubahan pasien
|
b.
Pertahankan masukan dan haluaran akurat
|
Untuk
mempertahankan cairan dan elektrolit tubuh
|
c. Perhatikan
penurunan urine/24 jam
|
|
d.
Timbang BB sesuai indikasi, waspada terhadap
penambahan BB tiba-tiba
|
Untuk
mengetahui perubahan pasien
|
e.
Pantau kecepatan infus dari saluran parenteral
secara ketat
|
Untuk
mempertahankan cairan elektrolit tubuh
|
f.
Kolaborasi
·
Bantu dengan identifikasi atau pengobatan penyebab
dasar
·
Pantau pemeriksaan laboratorium elektrolit, BUN, GDA.
|
Untuk
mempercepat proses penyembuhan
|
Analisa Data Post Op
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
DO :
·
Tekanan darah : 90/70 mmHg
·
Pulse : 98 x/menit
·
Suhu 38ºc
·
Respirasi : 16x/menit
·
Urine output : 400/24 jam
·
BU 1-2x/menit (belum jelas)
Pasien
dipuasakan
·
Napas bau
·
Bibir kering
·
Perut sedikit tegang
·
Suara perkusi timpany
·
Kondisi umum terlihat lemah dan
lusuh
·
Kondisi luka kemerahan
·
Terdapat cairan yang keluar dari
ujung jahitan
DS
:
·
Tidak dapat menggerakan badan
·
Membatasi pergerakan
·
Hanya tidur terlentang
·
Platus ( - )
|
Tindakan operasi
Infeksi kesulitan bergerak ada cairan keluar dari jahitan
Luka
kemerahan
Keterlambatan
pemulihan pasca bedah
|
·
Keterlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan
dengan infeksi area pembedahan pasca bedah, ditandai dengan : Tidak
dapat menggerakan badan, Kondisi luka
kemerahan, membatasi pergerakan
|
Tindakan
operasi
BU tidak stabil
Tegang
abdomen
Hambatan
mobilitas ditempat tidur
|
·
Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan
nyeri post op, ditandai dengan : Tidak dapat
menggerakan badan, Membatasi pergerakan, Hanya tidur terlentang
|
Diagnosa keperawatan post op
1.
Keterlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan
infeksi
2.
Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan
nyeri post op
Intervensi :
1.
Keterlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan
infeksi, ditandai dengan : Tidak dapat menggerakan badan, Kondisi luka kemerahan, membatasi pergerakan.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan infeksi berkurang
dengan criteria hasil: dapat menggerakan badannya
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi TTV
|
Mengetahui keadaan umum pasien
|
Kaji luka
|
Mengetahui karakteristik luka
|
Kaji tanda-tanda infeksi
|
Mengobservasi perubahan-perubahan
|
Gunakan tehnik aseptik ketat
ketika melakukan prosedur tindakan infasif
|
Meminimalisir infeksi nosokomial
|
Kolaborasi pemberian antibiotik
|
Mempercepat proses penyembuhan
|
2. Hambatan
mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan nyeri post op, ditandai dengan :
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan rasa nyaman nyeri
terpenuhi dengan criteria hasil: Nyeri hilang atau berkurang
Intervensi
|
Rasional
|
Ajarkan
pada pasien bagaimana menggunakan relaksasi yang progresif sebagai sampingan
sebagaimana diperlukan pada saat waktu tidur
|
Untuk
mengalihkan rasa nyeri
|
Ajarkan
pijat punggung pada waktu tidur
|
untuk
meningkatkan keinginan tidur
|
Memasang
penghangat yang lembut pada persendian yang terkena
|
Untuk
mengurangi nyeri
|
Lakukan
latihan rom aktif dan pasif
|
Untuk
merelaksasikan otot-otot yang kaku
|
Kolaborasi
pemberian therapi
|
Untuk
mempercepat proses penyembuhan
|
BAB IV
PENUTUP
3.1 Simpulan
Ileus
adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut.
a.
Ileus Obstruktif adalah
kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
b.
Ileus Paralitik adalah
hilangnya peristaltic usus sementara.
Ileus
Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami
paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes
mellitus atau gangguan neurologist seperti penyakit Parkinson. Ileus Paralitik
adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak
dapat bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air besar.
Dalam
kasus diatas ada 2 kejadian yaitu pre dan post op sehingga hasil diskusi
mendapatkan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
Diagnosa
Keperawatan pre op :
1. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2.
Ketidakseimbangan nutrisin kurang dari kebutuhan
berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrien
3.
Gangguan elektrolit
Diagnosa keperawatan post op
1.
Keterlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan
infeksi
2.
Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan
nyeri post
3.2 Saran
Penulis menyarankan pada pembaca untuk mengkaji dan mempelajari makalah
ini secara mendalam dan membaca sumber lain agar menenmukan materi yang dibahas
lebih otentik dan apabila dalam penyusunan serta isi makalah ini terdapat suatu
kesalahan, maka penulis berharap pada para pembaca untuk membenarkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah vol 2.Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Kepeawatan:
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Marliynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan
Edisi 3. Jakarta. EGC.
Nursalam & Fransisca B. Batticaca. 2008. Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.
Rani, A. Aziz, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Suharyanto, Toto & Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.
Rani, A. Aziz, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Suharyanto, Toto & Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.
thanks atas infonya, sangat bermanfaat sekali ditunggu artikel yang lainnya
BalasHapushttp://goo.gl/bSJsvO