BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
DIC adalah efek dalam koagulasi yang ditandai
dengan perdarahan dan koagulasI simultan.
DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga
selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebar luas dan kehabisan
faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis,
trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses
koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak
terkendali.
Koagulasi
intravascular diseminata (KID) merupakan salah satu kedaruratan medis,karena
mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. Tetapi tidak semua KID
digolongkan dalam darurat medis,hanya KID fulminan atau akut sedang KID derajat
yang terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu di
waspadai bahwa KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan,sehingga
memerlukan pengobatan segera
Banyak
penyakit yang sudah di kenal dan sering mencetuskn KID. Akibat banyaknya
penyakit yang dapat mencetuskannya gejala klinis KID menjadi sangat bervariasi
pula. Hal ini juga mungkin salah satu penyabab mengapa banyak istilah yang
dipakai untuk KID seperti konsumsi koagulopati,hiperfibrinolisis,defibrinasi
dan sindrom
trombohemoragik. Istilah yang paling akhir ini
lebih menggambarkan gejala klinis karena dihubungkan dengan patofisiologis.
Istilah yang paling umum diterima sekarang ini adalah KID. Trombohemoragik
menggambarkan terjadinya thrombosis bersamaan dengan perdarahan. Kedua
manifestasi klinik ini dapat terjadi bersamaan pada KID. Tetapi para dokter
lebih sering memperhatikan perdarahan daripada akibat thrombosis padahal
morbiditas dan mortalitas lebih banyak dipengaruhi thrombosi
Keberhasilan
pengobatan selain ditentukan keberhasilan mengatasi penyakit dasar yang
mencetuskan KID juga ditentukan oleh akibat KID itu sendiri
Dalam makalah
ini akan disajikan penanganan yang obyektif mengenai diagnosis klinis dan
laboratorium,etiologi,patofisiologi,menentukan berat KID,menilai respons
terhadap pengobatan,dan tatalaksana pada umumnya.
1.2 Rumusan masalah
1.apa
pengertian DIC?
2.Bagaimana
mekanisme hemostasis normal?
3.bagaimana
etiologi DIC?
4.
bagaimana manifestasi klinis DIC?
5.bagaimana patofisiologi DIC?
6.bagaimana
komplikasi DIC?
7.Siapa
saja yang resiko tinggi menderita penyakit DIC?
8.
bagaimana pemeriksaan hemostasis DIC?
9.bagaimana
penatapelaksanaan DIC?
10.bagaimana
asuhan keperawatan DIC?
1.3 Tujuan
1.untuk mengetahui pengertian DIC
2.untuk mengetahui etiologi DIC
3.untuk mengetahui mekanisme
hemostasis normal DIC
4.untuk mengetahui manifestasi klinis DIC
5.untuk mengetahui patofisiologi DIC
6.untuk mengetahui komplikasi DIC
7.untuk mengetahui resiko
tinggi yang menderita
penyakit DIC
8.untuk mengetahui pemeriksaan hemostasis DIC
9.untuk mengetahui penatapelaksanaan DIC
10.untuk mengetahui asuhan keperawatan DIC
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI DIC
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan
dimana bekuan- bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. (medicastore.com).
Disseminated
Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya
perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena terbentuknya
plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik
yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Cau’s)
Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
Kesimpulan : DIC adalah penyakit dimana faktor
pembekuan dalam tubuh berkurang sehingga terbentuk bekuan-bekuan darah yang
tersebar di seluruh pembuluh darah.
2.2
Mekanisme Hemostasis normal
Sistem
pembuluh darah membentuk suatu sirkuit yang utuh yang mempertahankan darah
dalam keadaan cair. Jika terdapat kerusakan pada pembuluh darah, trombosit dan
sistem koagulasi akan menutup kebocoran atau kerusakan tersebut sampai sel pada
dinding pembuluh darah memperbaiki kebocoran tersebut secara permanen. Proses
ini meliputi beberapa tahap/faktor, yaitu;
1.
Interaksi pembuluh darah dengan struktur penunjangnnya
2.
Trombosit dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami kerusakan
3.
Pembentukan fibrin oleh sistem koagulasi
4.
Pengaturan terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor pembekuan
dan sistem fibrinolisis
5.
Pembentukan kembali (remodeling) tempat yang luka setelah perdarahan berhenti.
Tahap 1 dan 2 dikenal sebagai hemostasis primer. Sel endotel pada dinding pembuluh darah mempunyai mekanisme untuk mengatur aliran darah dengan cara vasokontriksi atau vasodilatasi, sedangkan membran basal subendotel mengandung protein-protein yang berasal dari endotel seperti kolagen, fibronektin, faktor von Willebrand dan lain-lain, yang merupakan tempat melekatnya trombosit dan leukosit. Trombosit akan membentuk sumbat hemostasis melalui proses:
Tahap 1 dan 2 dikenal sebagai hemostasis primer. Sel endotel pada dinding pembuluh darah mempunyai mekanisme untuk mengatur aliran darah dengan cara vasokontriksi atau vasodilatasi, sedangkan membran basal subendotel mengandung protein-protein yang berasal dari endotel seperti kolagen, fibronektin, faktor von Willebrand dan lain-lain, yang merupakan tempat melekatnya trombosit dan leukosit. Trombosit akan membentuk sumbat hemostasis melalui proses:
1)
adhesi (adhesion), yaitu melekat pada dinding pembuluh darah:
2) agregasi atau saling melekat di antara
trombosit tersebut, yang kemudian menjadi dilanjutkan dengan proses koagulasi.
Tahap
2 atau sistem koagulasi melibatkan faktor pembekuan dan kofaktor yang
berinteraksi pada permukaan fosfolipid membran trombosit atau sel endotel yang
rusak untuk membentuk darah yang stabil. Sistem ini dibagi menjadi jalur
ekstrinsik yangn melibatkan faktol jaringan (tissue factor) dan faktor VII, dan
jalur instrinsik (starface-contact factor). Sistem ini diaktifkan jika faktor
jaringan, yang diekspresikan pada sel yang rusak atau teraktivasi (sel pembuluh
darah atau monosit) berkontak dengan faktor VII aktif (a) yang bersikulasi,
membentuk kompleks yang selanjutnnya akan mengaktifkan faktor X menjadi Xa dan
seterusnya hingga membentuk trombus/fibrin yang stabil (fibrin ikat silang
/cross-linked fibrin)
Setelah
fibrin terbentuk, antikoagulan alamiah berperan untuk mengatur dan membatasi
pembentukan sumbat hemostasis atau trombus pada dinding pembuluh darah yang
rusak tersebut. Sistem ini terdiri dari antirombin (AT)-III, protein S, serta
heparin kofaktor II, alfa-1 antirifsin dan alfa-2 makroglobulin. Antirombin
bekerja menghambat atau menginaktivasi trombin, faktor VIIa, XIIa, Xia, Xa, dan
Ixa. Tanpa adanya heparin, kecepatan inaktivasi ini reelatif lambat. Heparin
mengikat dan mengubah AT dan meningkatkan kecepatan inaktivasi AT. Sedangkan
protein C menghambat faktor Va dan VIIIa, dengan bantuan protein S sebagai
kofaktor
Fibrinolisis
atau pemecahan fibrin merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mempertahankan
patensi pembuluh darah dan menormalkan aliran darah. Enxim yang berperan dalam
sistem ini adalah plasminogen, yang akan diubah menjadi plasmin dan kemudian
akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen(atau fibrin) degradation
product (FDP), sedangkan produk pemecahan fibrin ikat silang adalah D-dimer.
2.3 ETIOLOGI
Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut:
1. Hipofibrinogenemia
2.
Trombositopenia ( merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal, ini dapat
terjadi akibat terkurangnya produksi trombosit oleh sum-sum tulang atau akibat
meningkatnya penghancuran trombosit).
3.
Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah
4.
Fibrinolisis berlebihan.
Penyakit- penyakit yang menjadi predisposisi DIC
adalah sebagai berikut:
1. Infeksi
( demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika,
infeksi oleh beberapa jenis riketsia). Dimana bakteri melepaskan endotoksin
(suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)
2. Komplikasi
kehamilan ( solusio plasenta, kematian janin intrauterin, emboli cairan
amnion).
3. Setelah
operasi ( operasi paru, by pass
cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi, splenektomi).
4. keganasan
( karsinoma prostat, karsinoma paru, leukimia akut).
5. Penyakit
hati akut ( gagal hati akut, ikterus obstruktif).
6. Trauma
berat terjadi palepasan jaringan dengan jumlah besar ke aliran pembuluh darah.
Pelepasan ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan endotel sehingga akan
melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam jumlah yang besar kemudian
mengaktivasi pembekuan darah secara sistemik.
KID merupakan
mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu. Berbagai
penyakit dapat mencetuskan KID fulminan atauderajat rendah seperti di bawah
ini:
1. Penyakit yang disertai KID fulminan
a. Bidang obstetric: emboli cairan amnion,abrupsi plasenta,eklamsia,abortus
b. Bidang hematologi: reaksi transfusi darah,hemolisis berat,transfuse massif, leukemia M3 & M4
c. Infeksi
1. Septicemia,gram negative (endotoksin),gram negative (mikro polisakarida)
2. Viremia : HIV,hepatitis,varisela,virus sitomegalo,demam dengue
3. Parasit : Malaria
4. Trauma
5. Penyakit hati akut : gagal hati akut ,ikterus obstruktif
6. Luka bakar
7. Alat prosthesis : shunt leveen shunt denver,alat bantu balon aorta
8. Kelaian vascular
2. Penyakit di sertai KID derajat
1. Keganasan
2. Penyakit kardiovaskular
3. Penyakit autoimun
4. Penyakit ginjal menahun
5. Peradangan
6. Graft versus host disease
7. Penyakit hati menahun
2.4
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang sering timbul pada klien DIC adalah
sebagai berikut:
1. Perdarahan
dari tempat – tempat pungsi, luka, dan membran mukosa pada klien dengan syok,
komplikasi persalinan, sepsis atau kanker.
2. Perubahan
kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum.
3. Distensi
abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.
4. Sianosis
dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan.
5.
Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal.
6. Trombosis
dan pra gangrenosa di jari, genetalia, dan hidung
2.5 PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai berbagai mekanisme
untuk mencegah pembekuan darah dengan terdapatnya kecepatan aliran darah.
Selain itu, aktifitas faktor pembekuan darah bisa dibawah normal hingga tidak
menyebabkan pembekuan. Peranan hati membersihkan faktor-faktor pembekuan dan
mencegah pembentukkan trombin, antara lain dengan anti trombin III. Dalam
beberapa keadaan, misalnya aliran darah yang lambat atau oleh karena syok,
kegagalan hati, dan hipoksemia dapat menyebabkan DIC.
Dalam keadaan ini, terjadi
fibrinolisis disebabkan plasminogen diubah menjadi plasmin dan terjadilah
penghancuran fibrinogen. Akibatnya, faktor V dan VII yang menstabilkan darah
dalam pembuluh darah tidak aktif, sehingga dapat terjadi DIC. Pada diatesis
hemoragik, seluruh trombosit dan faktor koagulasi digunakan untuk bembekuan
darah, sehingga tidak terdapat faktor yang mempertahankan integritas pembuluh
darah sebagai akibatnya darah menembus keluar pembuluh darah.
Emboli
cairan amnion yang disertai KID sering mengancam jiwa dan dapat menyebabkan kematian.
Gejala KID karena emboli cairan amnion yaitu gagal nafas akut, dan renjatan.
Pada sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5 minggu yang ditemukan
KID pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya KID derajat rendah dan
kemudian dapat berkembang cepat menjadi KID fulminan.Dalam keadaan seperti ini
nekrosis jaringan janin, dan enzim jaringan nekrosis tersebut akan masuk dalam
sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi dan fibrinolisis,dan terjadi
KID fulminan.
Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan KID derajat rendah dan sering pada organ khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu diingat bahwa 10-15% KID derajat rendah dapat berkembang menjadi KID fulminan. Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai KID derajat rendah, sampai abortus komplet,namun kadang dapt menjadi fulminan.
Hemolisis
karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga terjadi
KID. Akibat hemolisis,sel darah merah (SDM) melepaskan adenosine difosfat (ADP)
atau membrane fosfolipid SDM yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri
maupun secara bersamaan dan menyebabkan KID.
Pada septikimia KID terjasi akibat endotoksin
atau mantel polisakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan
factor F XII menjadi FXIIa, menginduksi pelepasan reaksi trombosit,menyebabkan
endotel terkelupas yang dilanjutkan aktivasi F XII men F X-Xia,dan pelepasan
materi prokoagulan dari granulosit dan semuanya ini dapat mencetuskan KID.
Terakhir
dilaporkan bahwa organism gram positif dapat menyebabkan KID dengan mekanisme
seperti endotoksin, yaitu mantel bakteri yang terdiri dari mukopolisakarida
menginduksi KID
2. 6
KOMPLIKASI
ü Syok
ü Edema
Pulmoner
ü Gagal Ginjal
Kronis
ü Gagal Sistem
Organ Besar
ü Konvulsi
ü Koma
ü Hipovolemia
ü Hipoksia
ü Hipotensi
ü Asidosis
ü Perdarahan
intracranial
ü Gastrointestinal
ü Iskemia
ü Emboli paru
ü Penyakit
kardiovaskuler
ü Penyakit
autoimun
ü Penyakit
hati menahun
2.7
Gejala
Klinis
Gejala klinis bergantung pada penyakit dasar,akut atau kronik,dan proses patologis yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie, ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene pada kulit
.
Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan kematian.
Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan kematian.
Komplikasi
- Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
- Penurunan fungsi ginjal
- Gangguan susunan saraf pusat
- Gangguan hati
- Ulserasi mukosa gastrointestinal :
perdarahan
- Peningkatan enzyme jantung : ischemia,
aritmia
- Purpura fulminan
- Insufisiensi adrenal
- Lebih dari 50% mengalami kematian
Insiden
Orang-orang
yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:
- Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
- Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
-
Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang
menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan
-
Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun
prostat.
Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC:
- Penderita cedera kepala yang hebat
Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC:
- Penderita cedera kepala yang hebat
-
Pria yang telah menjalani pembedahan prostat
-
Terkena gigitan ular berbisa.
\
Diagnosis
Laboratorium
Karena rumitnya patofisiologi KID,hasil laboratorium yang di dapat sangat bervariasi. Rumit dan sukar diinterpretasi jika patofisiologi tidak jelas dimengerti dan pemeriksaan yang dilakukan tidak cukup. Tetapi jika pemeriksaan yang diminta cukup dan interpretasi tepat akan dapat memberikan criteria diagnosis yang objektif. Saat ini banyak metode baru tersedia,untuk uji laboratorium klinis yang memudahkan pemeriksaan pasien dengan KID. Dibawah ini dijelaskan laboratorium yang objektif yang diperlukan untuk diagnosis KID,yang didasarkan atas pengetahuan patofisiologi KID.
2.8
PEMERIKSAAN HEMOSTASIS
A.
Masa Protombin
Masa
protrombin bias abnormal pada KID, dapat disebabkan beberapa hal. Karena masa
protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada
polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan
faktor IX. Masa protrombin ditemukan memanjang pada 50-75% pasien KID sedang
pada kurang 50% pasien bias dalam batas normal atau memendek. Normal atau
memendeknya masa protrombin ini terjadi karena
(1) beredarnya faktor koagulasi aktif seperti
trombin atau F Xa yang dapat mempercepat pembentukan fibrin,
(2) hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan
oleh thrombin atau sistem pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya
kurang bermanfaat dalam evaluasi KID
B. Partial Thrombin Time (PTT)
PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada KID
fulminan karena berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa
protrombin. Plasmin menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang
seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa
protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.
PTT juga memanjang pada KID Karena pada FDP
menghambat polimerisasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang dapat
ditemukan pada 50-60% pasien KID, dan oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat
dipakai menyingkirkan KID. Mekanisme terjdinya PTT normal atau memendek pada
40-50% pasien KID sama seperti pada masa protrombin.
C.
Kadar Faktor Pembekuan
Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan
sedikit informasi yang berarti pada pasien KID. Sebagaimana sudah disebutkan
sebelumnya pada kebanyakan pasien KID fulminan faktor pembekuan yang aktif
beredar dalam sirkulasi terutama F Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang
didasarkan atas standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan
difisiensi substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi.
Sebagai contoh jika F VIII diperiksa dengan pasien KID dengan disertai
peningikata F Xa, jelas F VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem
F Xa melintas kebutuhan F VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi
fibrin dengan cepat dengan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan
ini akan diinterpretasi sebagai kadar F VIII yang tinggi.
.D. FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID.
Hasil degradasi ini akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin,
jadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah
normal dalam darah.
Tes protamin
sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin
monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik,
karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain, sama
seperti pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral,
pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan
penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien
dengan tromboemboli.
E. D- Dimer
suatu test terbaru untuk KID adalah D-Dimer.D-Dimer
merupakan hasil degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah
menjadi fibrin kemudian diaktifkan oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes
yang paling banyak dilakukan untuk menilai KID. D-Dimer tamapaknya merupakan
tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai kemungkinan KID, Menunjukkan
adanya D-Dimer apnormal pada 93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89% kasus,
kadar fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75 %
kasus
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para
koagulasi dapat negative pada KID.
Hal ini
disebabkan pada KID akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan
fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal
fragmen inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease
granulosid, kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan
dekradasi pada semua sisa fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP
negative. Jadi FDP yang negative belum dapat menyingkirkan diagnosis KID.
Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat
menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis KID.
F. Plasmin
Pemeriksaan system fibrinolisis yang tersedia
sekarang dalam laboratorium klinis yang berguna pada KID yaitu pemeriksaan
plasminogen dan plasmin. Fibrinolisi sekunder merupakan respon tubuh untuk
mencegah thrombosis, dalam upaya tubuh menghindarkan kerusakan organ yang
ireversibel pada pasien dengan KID.
Jika terjadi gangguan system fibrinolisi, morbiditas
dan mortalitas akan meningkat sebagai akibat terjadinya kerusakan organ.
Aktivasi system fibrinolisis dapat dinilai dengan mengukur kadar plasminogen dan
plasmin dengan teknik subtract sintesis. Masa lisis euglobulin memberikan
sedikit atau kurang bermanfaat untuk menilai system fibrinolisis pada KID.
G. Trombosit
Trombositopenia khas pada KID. Jumlah trombosit
bervariasi mulai dari yang paling rendah 2000-3000 sampai lebih dari
100000/mm3. Pada kebanyakan pasien KID trombosit yang diperiksa dalam sediaan
apus dari tepi pada umumnya jumlahnya rata-rata 60.000/mm3.
Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan,
agregasi trombosit biasanya terganggu pada KID. Gangguan ini disebabkan FDP
menyelubungi membran
trombosit. Jadi tidak ada alasan dan tidak
perlu melakukan uji fungsitrombosit pada KID. Factor 4 trombosit (PF4) dan β –
tromboglobulin.
Merupakn petanda terjadinya reaktivasi dan
penglepasan trombosit, danbiasanya meningkat pada KID. Bila pada KID kadar PF4
dan β-tromboglobulin meningkat dan kemudian menurun sesudah pengobatan , hal
ini menunjukkan pengobatan berhasil.Meningkatnya PF4 dan β-tromboglobulin pada
KID selain merupakan bukti tidak langsung adanya aktivitas prokoagulan, juga
bermanfaat dalam pemantauan pengobatan.
Diagnosis laboratorium KID dapat dibagi dalam 4 kelompok :
(1)
aktifasi system prokoagulan,
(2)
aktivasi system fibrinolisis,
(3)
konsumsi penghambat,
(4)
kerusakan atau kegagalan organ
1.Aktivasi
system prokoagulan meliputi, protrombin, fragmen 1+ 2,
fibrinopeptida
A, Fibrinopeptida B, kompleks thrombin – anti thrombin (TAT), dan D-Dimer. semuanya
ini meningkatkan pada KID
2.
Aktivasi system fibrinolisis meliputi D-Dimer, FDP, Plasmin dan plasmin
antiplasmin kompleks (PAP), semuanya meningkat pada KID.
3.Konsumsi
penghambat ada yang menimgkat dan ada yang menurun. Yang meningkat : kompleks
TAT, kompleks PAP. Yang menurun L anti thrombin α2 antiplasmin, heparin,
kofaktor II, protein C & S.
4.Kerusakan
ataau kegagalan organ. Yang meningkat adalah laktat dehidrogenase, kreatinin,
dan menurun pH dan PaO2.
Untuk menentukan diagnosis KID berdasarkan criteria
laboratorium tersebut diperlukan satu kelainan dari kelompok 1,2 dan 3, sedang
kelompok 4 diperlukan 2 kalainan. Dari data tersebut diatas terlihat bahwa
D-Dimer merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menentukan diagnosis
KID.
System skor KID didasarkan atas nilai uji
laboratorium ke 4 kelompok tersebut diatas, ditambk keadaan klinis dan
hemodinamik pasien. Nilai skor KID didapat dari hasil 100 di kurangi jumlah
nilai seluruh kolom. Berdasarkan nilai skor maka sejak permulaan dapat ditentukan
derajat beratnya KID.
Kriteria derajat berat KID :
1.
Skor > 90, KID tidak mungkin
2.
Skor 75-89 KID ringan
3.
Skor 50- 79 KID sedang
4.
Skor < 49 KID berat
Pemakaian system skor ini bermanfaat dalam perawatan
pasien rutin untuk menilai manfaat pengobatan pada KID walaupun pencetusnya
(penyakit dasarnya ) berbeda. Manfaat skor dalam menilai dan menentukan
pengobatan:
1.
Ada respon pengobatan.skor bertambah 10 atau lebih dalam 48 jam. KID ada
perbaikan. N Pengobatan dengan anti koagulan diteruskan (Heparin atau AT III)
2.
KID menetap. Kenaikan skor ≤ 9 selama 48 jam KID menetap.
antikoagulan
(Heparin, AT III) diteruskan.evaluasi 48 jam lagi
3.
Terapi gagal. Skor berkurang selama 72 jam. Antikoagulan dihentikan, demikian
juga pengobatan subtitusi.
2.9 PENATALAKSANAAN
Mengenai
pengobatan KID fulminan masih belum ada keseragaman dan kadang
kontrofersial.hal ini disebabkan,sangat sukar untuk melakukan percobaan
pengobatan klinis maupun penilaian hasil percobaan krna etiologi beragam dan
beratnya KID juga bervariasi.dalam pengobatan pasien ada 2 prinsip yang perlu
diperhatikan,
(1) khusus:pengobatan KID bersifat individual
atau kasus demi kasus,
(2)
umum:mengobati pembekuan darah dalam,dan mengatasi perdarahan.
Walaupun masih controversial tetapi langkah
pendekatan penatalaksanaan pada KID yang disepakati sekarang ini sebagai
berikut:
1.
Khusus pengobatan individu:mengatasi keadaan yang khusus dan yang mengamcam
nyawa
2.
Bersifat umum:
a.
Mengobati atau menghilangkan proses pencetus
b.Menghentikan
proses patalogis pembekuan intravascular
c.
Terapi komponen atau substitusi
d.
Menghentikan sisa fibrinolisis
Terapi Individu
Berhubung banyak macam penyakit yang mencetuskan KID
dan derajat penyakit maupun KID bervariasi,pengobatan kasus demi kasus perlu
mendapat perhatian yang besar.Mungkin hanya dengan pendekatan pengobatan
etiologi saja untuk satu pasien sudah cukup sedangpasien yang lain tidak.Atau
pemberian heparin pada kasus yang stu sangat diperlukan,sebaiknya pada kasus
yang lain sama sekali tidak.Jadi harus selalu dilihat pada setiap individu
keuntungan dan keruggian suatu pengobatan.
Pengobatan harus didasarkan atas eteologi
KID,umur,keadaan hemodinamik,tempat dan
beratnya pendarahan,tempat beratnya thrombus,dan gejala klinis yang ada
hubungannya.
a. Pengobatan factor pencetus
Pengobatan yang sangat penting pada KID fulminan
yaitu mengobati secara progresif dan menghilangkan penyakit pencetus KID.
Dengan mengobati factor pencetus, proses KID dapat dikurangi atau berhenti.
Mengatasi renjatan, mengeluarkan janin mati, memberantai infeksi (sepsis), dan
mengembalikan volume dapat menghentikan proses KID.
b. Meghentikan koagulasi
Menghentikan atau menghambat proses koagulasi dapat
dapat dilakukan dengan memberikan antikoagulan misalkan heparin
Indikasi
pemberian heparin:
-
Bila penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat
- Pasien yang masih disertai perdarahan walaupun penyakit dasar sudah dihilangkan. Hal ini karena KID sendiri menggangu proses koagulasi
- Pasien yang masih disertai perdarahan walaupun penyakit dasar sudah dihilangkan. Hal ini karena KID sendiri menggangu proses koagulasi
-
Bila ada tanda/ditakutkan terjadi thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal
ginjal, gagal hati, sindrom gagal nafas.
Cara
pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis permulaan 100-200π/kgBB
intravena dan dosisi selanjutnya ditentukan berdasarkan APTT atau masa
pembekuan (MP) yang diperiksa 2-3 jam sesudah pemberian heparin. Target APTT
1,5-2,5 kali control atau masa pembekuan (MP) 2-3 kali control. Bila APTT kurang dari 1,5 kali control
atau MP kurang dari 2 kali control, dosis heparin dinaikkan. Bila lebih dari
2,5 kali APTT control atau MP lebih dari 3 kali control maka diulang 2 jam.
Kemudian bila APTT atau MP tetap lebih dari 2,5-3 kali control maka dosis
dinaikkan sedangkan bila kurang, dosis diturunkan. Heparin diberikan tiap 4-6
jam dan dosis diberikan berkisar 20.000-30.000 µ/hari
c. Terapi subtitusi
Bila perdarahan masih berlangsung terus sesudah
mengobati penyakit dasar dan sesudah pemberian antikoagulan kemungkinan
penyebabnya adalah penurunan komponen darah yaitu kekurangan factor pembekuan.
Untuk ini dapat diberikan plasma beku segar (Fresh frozen plasma) atau
kriopresipitat. Bila trombosit turun sampai 25.000 atau kurang pemberian
trombosit konsentrat perlu diberikan.
d. Antifibrinolisis
Antifibrinolisis seperti asam traneksamik atau
epsilon amino caproic acid (EACA) hanya diberikan bila jelas thrombosis tidak
ada dan fibriolisis yang sangat nyata. Antifibrinolisis tidak diberikan bila
KID masih berlangsung dan bahkan merupakan kontraindikasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1.
Kaji adanya faktor- faktor predisposisi
a. Septikemia
b. Komplikasi obstetrik
c. Sindrom distres
pernafasan dewasa / ARDS
d. Luka bakar berat dan
luas
e. Neoplasia
f. Gigitan ular
g. Penyakit hepar
h. Bedah kardiopulmonal
i. Trauma
2. Pemeriksaan
fisik dapat menunjukkan hal-hal dibawah ini
a. Perdarahan
1. Hematuria
2. Rembesan darah dari sisi pungsi
vena dan luka
3. Epistaksis
4. Perdarahan GI tract ( hematemesis melena)
b. Kerusakan perfusi jaringan
1. Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau
mental, atau sakit kepala
2. Ginjal :
penurunan pengeluaran urine
3. Paru-paru :
dispnea, ortopnea
4. Kulit :
akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada lengan perifer atau
kaki )
3.
Pemeriksaan diagnostik
a.
Jumlah trombosis rendah
b. PT
(Protombin time) dan PTT memanjang
c.
Degradasi produk fibrin meningkat
d.
Kadar fibrinogen plasma darah rendah
3.2 DIAGNOSA
1. Resiko tinggi perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder terhadap DIC
2. Resiko cidera
berhubungan dengan perubahan status koagulasi, trombositpeni.
3. Perfusi jaringan tidak
efektif berhubungan dengan defisit volume intravaskuler, trombosis.
3.3 INTERVENSI
1. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
hemoragi sekunder terhadap DIC.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi
jaringan dapat adekuat
a.
Tidak ada manifestasi syok
b.
Tetap sadar dan berorientasi
c.
Tidak ada perdarahan
d.
Nilai laboratorium dalam rentang normal
e.
Intervensi
Keperawatan
a.
Pantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital dan perdarahan baru.
b.
Waspadai perdarahan.
c.
Kolaborasi pemberian :
1.
Terapi heparin à perhatikan
pembentukan tanda-tanda antibodi antitrombosit oleh penurunan tiba - tiba dari
jumlah trombosit.
2.
Berikan transfusi darah sesuai dengan prosedur dan
evaluasi dengan ketat terhadap manifestasi reaksi transfusi. Hentikan transfusi
bila terjadi reaksi.
d. Jelaskan tentang semua
tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang akan dilakukan
e. Lakukan pendekatan secara
tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta berikan informasi yang dibutuhkan
dengan bahasa yang jelas.
2.Resiko cidera berhubungan dengan
perubahan status koagulasi, trombositpeni.
Tujuan :
a.
Bleeding
precautions & bleeding reduction.
b.
Surveillance
safety
Intervensi
Keperawatan
a. Monitor perdarahan dan identifikasi penyebab
perdarahan.
b. Monitor status cairan
c. Monitor hasil laboratorium untuk
PT, PTT, Fibrinogen, FDP, AT
d. Pertahankan tirah baring
selama perdarahan aktif
e. Intruksikan klien untuk
meningkatkan intake makanan yang mengandung vitamin K dan menghindari
aspirin/antikoagulan lain.
f. Monitor gangguan
fisik/kognitif yang dapat mendorong perilaku tidak aman.
g. Tentukan tingkat pengawasan
yang dibutuhkan klien.
h. Sediakan pengawasan untuk
monitoring klien dan tindakan terapeutik.
3. Perfusi jaringan tidak
efektif berhubungan dengan defisit volume intravaskuler, trombosis.
Tujuan
v Circulatory
care
Intervensi
keperawatan
a. Kaji derajat
ketidaknyamanan/ nyeri
b. Lakukan pengkajian
komperhensif terhadap sirkulasi perifer ( nadi perifer, edema, warna, dan
temperatur ekstrimitas ).
c.
Dorong latihan ROM selama tirah baring
d.
Ganti posisi pasien tiap 2 jam
e.
Pertahankan hidrasi adekuat
f.
Monitor status cairan.
4.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan
sesuai dengan DIC dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan
literature).
5.
EVALUASI
Penilaian
sesuai dengan criteria standart yang telah ditetapkan dengan perencanaan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit
Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan
darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu
disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya. DIC merupakan salah satu
kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.
Dapat
disimpulkan bahwa Disseminated intravascular coagulation (D.I.C) adalah suatu
keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau keadaan,
dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh.
Gangguan DIC ini disebabkan oleh hipofibrinogenemia, rombositopenia,
beredarnya antikoagulan, dalam sirkulasi
darah, fibrinolisis berlebihan, Infeksi, komplikasi kehamilan, setelah operasi,
trauma berat, keganasan. Bila penyakit sudah parah dapat terbentuk banyak
bekuan yang menyebabkan hambatan aliran darah di semua organ tubuh. Dapat
terjadi kegagalan organ yang luas. Angka kematian lebih dari 50 %.
4.2 Saran
Mengetahui
DIC berbahaya maka harus sedini mungkin agar tidak menyebabkan
akibat buruk seperti kematian dan tenaga kesehatan harus memberi penyuluhan
tentang penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Baker WF. 1989. Clinical of disseminated intravascular coagulation syndrome. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Http:www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar