BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Seks pada hakekatnya merupakan dorongan naluri
alamiah tentang kepuasan syahwat. Tetapi banyak kalangan yang secara ringkas
mengatakan bahwa seks itu adalah istilah lain dari Jenis kelamin yang
membedakan antara pria dan wanita. Jika kedua jenis seks ini bersatu, maka
disebut perilaku seks. Sedangkan perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Ada
pula yang mengatakan bahwa seks merupakan hadiah untuk memenuhi atau memuaskan
hasrat birahi pihak lain. Akan tetapi sebagai manusia yang beragama, berbudaya,
beradab dan bermoral, seks merupakan dorongan emosi cinta suci yang dibutuhkan
dalam angka mencapai kepuasan nurani dan memantapkan kelangsungan keturunannya.
Tegasnya, orang yang ingin mendapatkan cinta dan keturunan, maka ia akan
melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya.
Perilaku seks merupakan salah satu kebutuhan pokok yang senantiasa mewarnai pola kehidupan manusia dalam masyarakat. Perilaku seks sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku dalam masyarakat. Setiap golongan masyarakat memiliki persepsi dan batas kepentingan tersendiri terhadap perilaku seks. Bagi golongan masyarakat tradisional yang terikat kuat dengan nilai dan norma, agama serta moralitas budaya, cenderung memandang seks sebagai suatu perilaku yang bersifat rahasia dan tabu untuk dibicarakan secara terbuka, khususnya bagi golongan yang dianggap belum cukup dewasa. Para orang tua pada umumnya menutup pembicaraan tentang seks kepada anak-anaknya, termasuk mereka sendiri sebagai suami isteri merasa risih dan malu berbicara tentang seks. Bagi kalangan ini perilaku seksual diatur sedemikian rupa dengan ketentuan-ketentuan hukum adat, Agama dan ajaran moralitas, dengan tujuan agar dorongan perilaku seks yang alamiah ini dalam prakteknya sesuai dengan batas-batas kehormatan dan kemanusiaan. Biasanya hubungan intim antara dua orang lawan jenis cenderung bersifat emosional primer, dan apabila terpisah atau mendapat hambatan, maka keduanya akan merasa terganggu atau kehilangan jati dirinya. Berbeda dengan hubungan intim yang terjadi dalam kehidupan masyarakat modern, biasanya cenderung bersifat rasional sekunder. Anak-anak yang mulai tumbuh remaja lebih suka berbicara seks dikalangan teman temannya. Jika hubungan intim itu terpisah atau mendapat hambatan, maka mereka tidak akan kehilangan jati diri dan lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam lingkungan pergaulan lainnya. Lembaga keluarga yang bersifat universal dan multi fungsional, baik pengawasan sosial, pendidikan keagamaan dan moral, memelihara, perlindungan dan rekreasi terhadap anggota-anggota keluarganya, dalam berhadapan dengan proses modernitas sosial, cenderung kehilangan fungsinya. Sebagai konsekuensi proses sosialisasi norma-norma yang berhubungan batas-batas pola dan etika pergaulan semakin berkurang, maka pengaruh pola pergaulan bebas cenderung lebih dominan merasuk kedalam kebiasaan baru. Seks sebagai kebutuhan manusia yang alamiah tersebut dalam upaya pemenuhannya cenderung didominasi oleh dorongan naluri seks secara subyektif. Akibatnya sering terjadi penyimpangan dan pelanggaran perilaku seks di luar batas hak-hak kehormatan dan tata susila kemanusiaan.
Latar belakang terjadinya perilaku seks bebas pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Perilaku seks merupakan salah satu kebutuhan pokok yang senantiasa mewarnai pola kehidupan manusia dalam masyarakat. Perilaku seks sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku dalam masyarakat. Setiap golongan masyarakat memiliki persepsi dan batas kepentingan tersendiri terhadap perilaku seks. Bagi golongan masyarakat tradisional yang terikat kuat dengan nilai dan norma, agama serta moralitas budaya, cenderung memandang seks sebagai suatu perilaku yang bersifat rahasia dan tabu untuk dibicarakan secara terbuka, khususnya bagi golongan yang dianggap belum cukup dewasa. Para orang tua pada umumnya menutup pembicaraan tentang seks kepada anak-anaknya, termasuk mereka sendiri sebagai suami isteri merasa risih dan malu berbicara tentang seks. Bagi kalangan ini perilaku seksual diatur sedemikian rupa dengan ketentuan-ketentuan hukum adat, Agama dan ajaran moralitas, dengan tujuan agar dorongan perilaku seks yang alamiah ini dalam prakteknya sesuai dengan batas-batas kehormatan dan kemanusiaan. Biasanya hubungan intim antara dua orang lawan jenis cenderung bersifat emosional primer, dan apabila terpisah atau mendapat hambatan, maka keduanya akan merasa terganggu atau kehilangan jati dirinya. Berbeda dengan hubungan intim yang terjadi dalam kehidupan masyarakat modern, biasanya cenderung bersifat rasional sekunder. Anak-anak yang mulai tumbuh remaja lebih suka berbicara seks dikalangan teman temannya. Jika hubungan intim itu terpisah atau mendapat hambatan, maka mereka tidak akan kehilangan jati diri dan lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam lingkungan pergaulan lainnya. Lembaga keluarga yang bersifat universal dan multi fungsional, baik pengawasan sosial, pendidikan keagamaan dan moral, memelihara, perlindungan dan rekreasi terhadap anggota-anggota keluarganya, dalam berhadapan dengan proses modernitas sosial, cenderung kehilangan fungsinya. Sebagai konsekuensi proses sosialisasi norma-norma yang berhubungan batas-batas pola dan etika pergaulan semakin berkurang, maka pengaruh pola pergaulan bebas cenderung lebih dominan merasuk kedalam kebiasaan baru. Seks sebagai kebutuhan manusia yang alamiah tersebut dalam upaya pemenuhannya cenderung didominasi oleh dorongan naluri seks secara subyektif. Akibatnya sering terjadi penyimpangan dan pelanggaran perilaku seks di luar batas hak-hak kehormatan dan tata susila kemanusiaan.
Latar belakang terjadinya perilaku seks bebas pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Gagalnya sosialisasi norma-norma dalam keluarga, terutama keyakinan agama dan moralitas;
2. Semakin terbukanya peluang pergaulan bebas; setara dengan kuantitas pengetahuan tentang perilaku seks pada lingkungan sosial dan kelompok pertemanan;
3. Kekosongan aktivitas-aktivitas fisik dan rasio dalam kehidupan sehari-hari;
4. Sensitifitas penyerapan dan penghayatan terhadap struktur pergaulan dan seks bebas relatif tinggi;
5. Rendahnya
konsistensi pewarisan contoh perilaku tokoh-tokoh masyarakat dan
lembaga-lembaga sosial yang berwenang;
6. Rendahnya
keperdulian dan kontrol sosial masyarakat;
7. Adanya
kemudahan dalam mengantisipasi resiko kehamilan;
8. Rendahnya
pengetahuan tentang kesehatan dan resiko penyakit berbahaya;
9. Sikap perilaku dan busana yang mengundang desakan seks;
9. Sikap perilaku dan busana yang mengundang desakan seks;
10.
Kesepian, berpisah dengan pasangan terlalu lama, atau karena keinginan untuk
menikmati sensasi seks di luar rutinitas rumah tangga;
11.
Tersedianya lokalisasi atau legalitas pekerja seks. Berdasarkan alasan
tersebut, maka semakin terbukalah pergaulan bebas antara pria dan wanita, baik
bagi kalangan remaja maupun kalangan yang sudah berumah tangga. Hal ini
dimungkinkan karena
sosialisasi norma dalam keluarga tidak efektif, sementara cabang hubungan pergaulan dengan berbagai pola perilaku seks di luar rumah meningkat yang kemudian mendominasi pembentukan kepribadian baru. Kalangan remaja pada umumnya lebih sensitif menyerap struktur pergaulan bebas dalam kehidupan masyarakat. Bagi suami
isteri yang bekerja di luar rumah, tidak mustahil semakin banyak meninggalkan norma-norma dan tradisi keluarga sebelumnya, kemudian dituntut untuk menyesuaikan diri dalam sistem pergaulan baru, termasuk pergaulan intim dengan lawan jenis dalam peroses penyelesaian pekerjaan. Kondisi pergaulan semacam ini seseorang tidak hanya mungkin menjauh dari perhitungan nilai harmonisasi keluarga,
sosialisasi norma dalam keluarga tidak efektif, sementara cabang hubungan pergaulan dengan berbagai pola perilaku seks di luar rumah meningkat yang kemudian mendominasi pembentukan kepribadian baru. Kalangan remaja pada umumnya lebih sensitif menyerap struktur pergaulan bebas dalam kehidupan masyarakat. Bagi suami
isteri yang bekerja di luar rumah, tidak mustahil semakin banyak meninggalkan norma-norma dan tradisi keluarga sebelumnya, kemudian dituntut untuk menyesuaikan diri dalam sistem pergaulan baru, termasuk pergaulan intim dengan lawan jenis dalam peroses penyelesaian pekerjaan. Kondisi pergaulan semacam ini seseorang tidak hanya mungkin menjauh dari perhitungan nilai harmonisasi keluarga,
akan tetapi selanjutnya semakin terdorong untuk mengejar karier dalam perhitungan ekonomis material. Kenyataan ini secara implisit melembaga, dimaklumi, lumrah, dan bahkan merupakan kebutuhan baru bagi sebagian besar keluarga dalam masyarakat modern. Kebutuhan baru ini menuntut seseorang untuk membentuk sistem pergaulan modernitas yang cenderung meminimalisasi ikatan moral dan kepedulian terhadap hukum-hukum agama. Sementara di pihak lain, jajaran pemegang status terhormat sebagai sumber pewarisan norma, seperti penegak hukum, para pemimpin formal, tokoh masyarakat dan agama, ternyata tidak mampu berperan dengan contoh-contoh perilaku yang sesuai dengan statusnya. Sebagai konsekuensinya adalah membuka peluang untuk mencari kebebasan di luar rumah. Khususnya dalam pergaulan lawan jenis pada lingkungan bebas norma dan rendahnya kontrol sosial, cenderung
mengundang hasrat dan kebutuhan seks seraya menerapkannya secara bebas.
Bagi kalangan remaja, seks merupakan indikasi kedewasaan yang normal, akan tetapi karena mereka tidak cukup mengetahui secara utuh tentang rahasia dan fungsi seks, maka lumrah kalau mereka menafsirkan seks semata-mata sebagai tempat pelampiasan birahi, tak perduli resiko. Kendatipun secara sembunyi-sembunyi mereka, merespon gosip tentang seks diantara kelompoknya, mereka menganggap seks sebagai bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan remaja. Kelakar pornografi merupakan kepuasan tersendiri, sehinga mereka semakin terdorong untuk lebih dekat mengenal lika-liku seks sesungguhnya. Jika immajinasi seks ini memperoleh tanggapan yang sama dari pasangannya, maka tidak mustahil kalau harapan-harapan indah yang termuat dalam konsep seks ini benar-benar dilakukan,karena Persoalan seks remaja tidak ada pada ayam, itik, kucing, anjing, kambing dan lembu. Kehidupan seks mereka ternyata tertib sekali bila dibandingkan dengan manusia. Jadwalnya lebih teratur dan tujuannya lebih sederhana. Berbagai binatang mengenal ritual seks, umpamanya ayam jantan yang romantis bergerak-gerak melebarkan sayap merayu betina. Kepala itik jantan naik turun memanifestasikan birahinya. Kucing hingar bingar.
Namun, otak mereka tidak mampu
memikirkan seluk-beluk moral, tidak mampu merisaukan etika seksual. Kalau
binatang itu sudah dewasa bekerjalah hormon seks, terciumlah bau kelenjar yang
membangkitkan birahi, dan mereka berhubungan seks. Hormon seks datangnya bermusim-musim,
jadi hubungan seks terikat pada musim. Di luar musim, kehadiran betina yang ayu
tidak mampu merangsang birahi sang jantan. Sentuhan jantan yang ngganteng tidak
menggetarkan hati sang betina. Dan tujuan kehidupan seks mereka cuma satu:
untuk reproduksi, untuk mendapatkan keturunan.
Rupanya manusia dikodratkan jadi makhluk yang bebas dan nakal. Nafsu seks mereka, astagafirullah, bisa tergugah sembarang waktu. Tidak mengenal musim. Kehidupan seks yang pada dasarnya dimaksudkan untuk melanjutkan keturunan, lalu dimanipulasi. Melalui lembaga manusia, terkadang fungsinya menjadi status sosial, misalnya beristri tiga atau empat untuk gengsi. Atau fungsinya menjadi pemuas naluri dasar di luar perkawinan, pemuasan nafsu seks semata dan kehamilan dicegah.
BAB
II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN
SEKSUALITAS PADA REMAJA
2.1
Pendidikan Seksual
Menurut Sarlito dalam
bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu
informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang
meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku
seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan
kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan
dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang
dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang
berlaku di masyarakat.
Pendidikan seksual
merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk
menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian
pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan
dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D.
Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak
dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya
dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan
umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan
keluarga, 1991). Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama
kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah
orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau
terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu
tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia
menyebabkan ada orang tua
yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang
tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka
sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.
2.2
Tujuan Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual selain
menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang
aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus
memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama
diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.Menurut
Kartono Mohamad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan
membina keluarga dan menjadi orang tua
yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi
Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus
dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama
manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan
bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin
tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan
agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa
mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan
material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal
seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo,
Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987).
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan
lebih lengkap sebagai berikut :
- Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
- Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)
- Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi
- Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
- Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
- Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
- Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
- Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
Jadi tujuan pendidikan
seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap
masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat
dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar
mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih
sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting
untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar
menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk
tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.
2.3
Beberapa Kiat
Para ahli berpendapat bahwa
pendidik yang terbaik adalah orang tua
dari anak itu sendiri. Pendidikan yang diberikan termasuk dalam pendidikan
seksual. Dalam membicarakan masalah seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi
dan membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua
dan anak. Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak
perempuannya atau bapak dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup
kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan antara ibu dengan anak laki-lakinya
atau bapak dengan anak perempuannya. Kemudian usahakan jangan sampai muncul
keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana, kekakuan, kebingungan dan
kehabisan bahan pembicaraan.
Dalam memberikan pendidikan
seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya
pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan baik
fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan.
Beberapa hal penting dalam
memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh Singgih D. Gunarsa
(1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan:
- Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
- Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.
- Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.
- Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
- Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.
Saya yakin pasti masih ada cara-cara lain
yang dapat anda gunakan dalam mendidik anak remaja
anda. Akhir kata saya berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi remaja,
orang tua dan pendidik dalam membentuk remaja menjadi generasi penerus bangsa
yang memiliki kualitas kehidupan yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan
yang lebih berat di masa yang akan datang.
Sudah menjadi maklum,
remaja memang sosok yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Kenapa? Remaja
masa pencarian jati diri yang mendorongnya mempunyai rasa keingintahuan yang
tinggi, ingin tampil menonjol, dan diakui eksistensinya. Namun disisi lain
remaja mengalami ketidakstabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi teman dan
mengutamakan solidaritas kelompok. Diusia remaja, akibat pengaruh hormonal,
juga mengalami perubahan fisik yang cepat dan mendadak. Perubahan ini
ditunjukkan dari perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta
tumbuhnya organ genetalia sekunder. Hal ini menjadikan remaja sangat dekat
dengan permasalahan seputar seksual. Namun terbatasnya bekal yang dimiliki
menjadikan remaja memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan.
Ketidakpekaan orang tua dan pendidik terhadap kondisi remaja menyebabkan remaja
sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial. Ditambah lagi keengganan dan
kecanggungan remaja untuk bertanya pada orang yang tepat semakin menguatkan
alasan kenapa remaja sering bersikap tidak tepat terhadap organ reproduksinya.
Data menunjukkan dari remaja usia 12-18 tahun, 16% mendapat informasi seputar
seks dari teman, 35% dari film porno, dan hanya 5% dari orang tua.
Sampai saat ini masalah
seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini
dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat
melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup,
karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian
keturunannya.
Pada masa
remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat
penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan
jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah
seharusnya mulai diberikan, agar remaja
tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak
jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual
menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja
berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan
seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup
mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of Adolecent psychology,
1980). Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja
bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan
bahwa sebagian besar remaja
kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan,
seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih
lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.
Karena meningkatnya minat
remaja pada masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang
aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut.
Dari sumber informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya
sedikit remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya.
Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi
yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan
tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau
internet.
Memasuki Milenium baru ini
sudah selayaknya bila orang tua
dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak dan
remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang
berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat ini. Seiring
perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan
masalah seksualitas pada anak dan remaja ditingkatkan. Pandangan sebagian besar
masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, yang
nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah sehingga
dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya secara
perlahan-lahan harus diubah. Sudah saatnya pandangan semacam ini harus
diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan bagi
anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil di luar
nikah, aborsi, penyakit kelamin, dll, adalah contoh dari beberapa kenyataan
pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru
mengenai seksualitas.
2.4
Karakteristik Seksual Remaja
Pengertian seksual secara
umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang
berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan
perempuan. Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki
spesifikasi yang berbeda hal ini seperti yang pendapat berikut ini :
Pendapat tersebut seiring
dengan pendapat Hurlock (1991), seorang ahli psikologi perkembangan, yang
mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan
perempuan. Menurut Hurlock, pada remaja putra : tumbuh rambut kemaluan,
kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan
lain,lain. Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai
tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami haid, dan lain-lain.
Seiring dengan pertumbuhan
primer dan sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga
hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut
merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang
harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi
pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan.
2.5
Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah
segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis
maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai
dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama.
Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam
khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki
dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang
bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang
dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat
serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi.
Sementara akibat
psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan
mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada
kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang
mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah
terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat
kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil
juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah
menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga
akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks.
Berbagai perilaku seksual
pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar
antara lain dikenal sebagai :
- Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.
- Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.
- Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.
- Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.
Adapun
faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada
remaja, menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja,1994) adalah
sebagai berikut :
- Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu
- Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain)
- Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.
- Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.
- Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
- Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria
2.6
Potret Remaja di Usianya
Remaja
dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptip yang menciptakan kondisi
yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter bertanggung jawab terhadap
dirinya.
Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan,
puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu
ditakutkan. Berkembang pula opini seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu
dicoba (sexpectation).Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam
lingkungan mal-adaptif, akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak
masa depan remaja. Dampak pergaulan bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang
seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk aborsi, narkoba, serta
berkembangnya penyakit menular seksual (PMS).
Beberapa penelitian
menunjukkan, remaja putra maupun putri pernah berhubungan seksual. Di antara
mereka yang kemudian hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di
Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah
mengaku taat beribadah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen
wanita yang datang di suatu klinik untuk mendapatkan induksi haid berusia 15-20
tahun. Menurut Prof. Wimpie, induksi haid adalah nama lain untuk aborsi.
Sebagai catatan, kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3 juta per
tahun. “ Dan 20 persen di antaranya remaja,” kata Guru Besar FK Universitas
Udayana, Bali ini.
Penelitian di Bandung tahun 1991 menunjukkan dari pelajar SMP, 10,53 persen
pernah melakukan ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam, dan 3,86
persen pernah berhubungan seksual. Dari aspek medis, menurut Dr. Budi Martino
L., SPOG, seks bebas memiliki banyak konsekwensi misalnya, penyakit menular
seksual,(PMS), selain juga infeksi, infertilitas dan kanker. Tidak heranlah
makin banyak kasus kehamilan pranikah, pengguguran kandungan, dan penyakit
kelamin maupun penyakit menular seksual di kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS).
Di Denpasar sendiri, menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, per November 2007, 441 wanita dari 4.041 orang dengan HIV/AIDS. Dari
441 wanita penderita HIV/AIDS ini terdiri dari pemakai narkoba suntik 33 orang,
120 pekerja seksual, 228 orang dari keluarga baik. Karena keadaan wanita
penderita HIV/AIDS mengalami penurunan sistem kekebelan tubuh menyebabkan 20
kasus HIV/AIDS menyerang anak dan bayi yang dilahirkannya.
Tindakan remaja yang
seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah panjangnya problem sosial yang
dialaminya. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar
40-60 juta ibu yang tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun
diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan persalinan.
Sekitar 30-50 % diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman
dan 90 % terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
2.7 Dampak Seks
Bebas terhadap Kesehatan Fisik dan Psikologis Remaja
Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Yang paling
menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang
tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia
dimana 20 persennya dilakukan remaja. Di Amerika, 1 dari 2 pernikahan berujung
pada perceraian, 1 dari 2 anak hasil perzinahan, 75 % gadis mengandung di luar
nikah, setiap hari terjadi 1,5 juta hubungan seks dengan pelacuran. Di Inggris
3 dari 4 anak hasil perzinahan, 1 dari 3 kehamilan berakhir dengan aborsi, dan
sejak tahun 1996 penyakit syphillis meningkat hingga 486%. Di Perancis,
penyakit gonorhoe meningkat 170% dalam jangka waktu satu tahun. Di negara liberal,
pelacuran, homoseksual/ lesbian, incest, orgy, bistiability, merupakan hal yang
lumrah bahkan menjadi industri yang menghasilkan keuntungan ratusan juta US
dolar dan disyahkan oleh undang-undang.
Lebih dari 200 wanita mati
setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman.
Meskipun tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga ahlipun masih menyisakan dampak
yang membahayakan terhadap keselamatan jiwa ibu. Apalagi jika dilakukan oleh
tenaga tidak profesional (unsafe abortion).
Secara fisik tindakan
aborsi ini memberikan dampak jangka pendek secara langsung berupa perdarahan,
infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa
mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas.
Secara psikologis seks pra nikah memberikan
dampak hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil,
lemahnya ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah,
serta penghinaan terhadap masyarakat.
2.8 Bagaiamana
Remaja Bersikap?
Hubungan seks di luar pernikahan menunjukkan tidak adanya rasa tanggung jawab
dan memunculkan rentetan persoalan baru yang menyebabkan gangguan fisik dan
psikososial manusia. Bahaya tindakan aborsi, menyebarnya penyakit menular
seksual, rusaknya institusi pernikahan, serta ketidakjelasan garis keturunan.
Kehidupan keluarga yang diwarnai nilai sekuleristik dan kebebasan hanya akan
merusak tatanan keluarga dan melahirkan generasi yang terjauh dari sendi-sendi
agama.
Sebagaimana apa yang diperingatkan Alloh
dalam surat An-Nur: 21:
”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syetan. Barang siapa yang mengikuti langkah syetan, maka
sesungguhnya dia (syetan) menyuruh perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan
karena karunia Alloh dan Rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun
diantara kamu bersih dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya,
tetapi Alloh membersihkan siapa yang dikehendaki... (An-nuur (24):21)
Aktifitas seksual pada dasarnya adalah bagian dari naluri yang pemenuhannya
sangat dipengaruhi stimulus dari luar tubuh manusia dan alam berfikirnya.
Meminimalkan hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan nafsu dan menguasainya.
Masa remaja memang sangat memperhatikan masalah seksual. Banyak remaja yang
menyukai bacaan porno, melihat film-film porno. Semakin bertambah jika mereka
berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara, pembicaran, tulisan, foto,
sentuhan, dan lainnya. Hal ini akan mendorong remaja terjebak dengan kegiatan
seks yang haram.
Perawatan organ reproduksi
tidak identik dengan pemanfaatan tanpa kendali. Sistem organ reproduksi dalam
pertumbuhannya sebagaimana organ lainnya, memerlukan masa tertentu yang
berkesinambungan sehingga mencapai petumbuhan maksimal. Disinilah letak pentingnya
pendampingan orang tua dan pendidik untuk memberi pemahaman yang benar tentang
pertumbuhan organ reproduksi. Pemahaman remaja berkaitan dengan organ
reproduksinya tentunya ditanamkan sesuai dengan kadar kemampuan logika dan umur
mereka. Dengan demikian remaja tidak akan cemas ketika menghadapi peristiwa
haid pertama, melewati masa premenstrual syndrome dengan aman, memahami hukum
fiqh terkait dengan haid serta peristiwa lain yang mengiringi masa pubertas
remaja.
Remaja juga harus bisa
menjaga diri (isti’faaf). Hal ini mampu dilakukan pada remaja yang mempunyai
kejelasan konsep hidup dalam menjalani hidupnya. Orang tua sejak usia dini
harus menanamkan dasar yang kuat pada diri anak bahwa Alloh menciptakan manusia
untuk beribadah kepada-Nya. Jika konsep hidup yang benar telah tertanam maka
remaja akan memahami jati dirinya, menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya,
mengerti hubungan dirinya dengan lingkungaanya. Kualitas akhlak akan terus
terpupuk dengan memahami batas-batas nilai, komitmen dengan tanggung jawab
bersama dalam masyarakat. Remaja akan merasa damai di rumah yang terbangun dari
keterbukaan, cinta kasih, saling memahami di antara sesama keluarga. Pengawasan
dan bimbingan dari orang tua dan pendidik akan menghindarkan dari pergaulan
bebas, komitmen terhadap aturan Alloh baik dalam aurot (pakaian), pergaulan
antar lawan jenis, menghindari ikhtilath dan sebagainya. Bagaimana
dengan anda? Walloohu a’lam bisshowab....
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kita harus segera sadar bahwa pendidikan seksual pada remaja sangat penting karena dengan adanya pendidikan para remaja akan takut dengan dampak dengan melakukannya contohnya akibat sexs bebas adalah penyakit HIV/AIDS penyakit ini benar-benar merusak kita dan merusak bangsa kita sendiri, karena kita itu adalah tunas bangsa, generasi penerus bangsa ini. Dan kita harusnya malu kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kekhilafan kita yang pernah melakukan kemaksiatan dan segalanya. Marilah kita tingkatkan fungsi keluarga seutuhnya agar anggota keluarga kita semua tidak terjerumus dalam sesuatu yang buruk sehingga dapat menghancurkan dan menjelekkan masa depan remaja.
Kita harus segera sadar bahwa pendidikan seksual pada remaja sangat penting karena dengan adanya pendidikan para remaja akan takut dengan dampak dengan melakukannya contohnya akibat sexs bebas adalah penyakit HIV/AIDS penyakit ini benar-benar merusak kita dan merusak bangsa kita sendiri, karena kita itu adalah tunas bangsa, generasi penerus bangsa ini. Dan kita harusnya malu kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kekhilafan kita yang pernah melakukan kemaksiatan dan segalanya. Marilah kita tingkatkan fungsi keluarga seutuhnya agar anggota keluarga kita semua tidak terjerumus dalam sesuatu yang buruk sehingga dapat menghancurkan dan menjelekkan masa depan remaja.
Dan bayak – banyaklah bergaul dengan orang yang mengenal tuhan kita karena
dengan pergaulan itulah kita akan terbawa kedalam yang terbaik kita harus
peduli akan diri kita,kedua orang tua kita.
3.2 Kritik dan Saran
“Manusia
adalah tempatnya segala
khilaf dan kesalahan, Allah lah
tempat segala kebenaran dan kesempurnaan.” Begitu pula dalam penyusunan makalah
ini, pastinya banyak kekurangan, saran dan kritik konstruktif sangat diharapkan
demi perbaikan ke depannya. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca yang budiman.
DAFTAR
PUSTAKA
[http://www.kompas.com/kesehatan/news/0303/02/023130.htm]
Prof. Dr. dr. H. Dadang Harawi, psikeater.
http://ibaddurahmanrobani.ngeblogs.com
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0108/01/daerah/anca19.html
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0108/01/daerah/anca19.html
http://halalsehat.com/index.php/Remaja-Sukses/DAMPAK-PERILAKU-SEKS-BEBAS-BAGI-KESEHATAN-REMAJA-*.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar