“HARGA DIRI RENDAH”
A.
Pengertian
Harga diri
rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai
diri atau kemampuan diri. (Carpenito, L.J ;1998:352)
Harga diri
rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227).
Menurut Townsend (1998:189)
Harga diri
rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan
diri, dan gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung, penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis
atau menahun.
Harga diri
rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama (NANDA, 2005). Individu
cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain
(Depkes RI, 2000).
B. TANDA DAN GEJALA
Harga diri
rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu
mendapat feed back dari lingkungan bahkan mungkin kecenderungan
lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu menjadi harga
diri rendah.
Harga diri
rendah kronis disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu
situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha
menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri
tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu
terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah
kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak mendukungan
atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
Harga diri
rendah merupakan komponen Episode Depresi Mayor, dimana aktifitas merupakan
bentuk hukuman atau punishment (Stuart & Laraia, 2005). Depresi
adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis dapat bermakna patologik
apabila mengganggu perilaku sehari-hari, menjadi pervasif dan muncul
bersama penyakit lain.
Menurut
NANDA (2005) tanda dan gejala yang dimunculkan sebagai perilaku telah
dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik yang meliputi mengatakan hal
yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus menerus,
mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah, kontak mata kurang/tidak ada,
selalu mengatakan ketidak mampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung
pada orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang dan ragu-ragu
serta menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negatif mengenai
dirinya.
Mekanisme
koping jangka pendek yang biasa dilakukan klien harga diri rendah adalah
kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya:
-pemakaian obat-obatan
-kerja keras
-nonton TV terus menerus.
Kegiatan
mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok sosial, keagamaan dan
politik. Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti mengikuti suatu
kompetisi atau kontes popularitas. Kegiatan mencoba menghilangkan anti
identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan.
Jika
mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang diharapkan individu
akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang, antara lain adalah menutup
identitas, dimana klien terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari
orang-orang yang berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri
sendiri. Identitas negatif, dimana asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan
adalah fantasi, regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah
berbalik pada diri sendiri dan orang lain.
Terjadinya
gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga di pengaruhi beberapa faktor
predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan kultural.
Faktor
biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secara yang dapat mempengaruhi
kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan
harga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh
pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
Struktur
otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah kronis
adalah:
1. System
Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri rendah
yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal
terus menerus.
2. Hipothalamus yang juga
mengatur mood dan motivasi, karena melihat kondisi klien dengan harga diri
rendah yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam
melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat
padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan
tersebut.
3. Thalamus sistem
pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk mengatur arus informasi sensori yang
berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan
pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini
maka arus informasi sensori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilah
sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negatif yang ada selalu
mendominasi pikiran dari klien.
4. Amigdala yang
berfungsi untuk emosi.
Adapun jenis
alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang dapat digunakan adalah:
1. Electroencephalogram
(EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberikan informasi penting tentang
kerja dan fungsi otak.
2. CT Scan, Untuk
mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
3. Single
Photon Emission Computed Tomography (SPECT), Melihat wilayah otak dan
tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-perubahan
aliran darah yang terjadi.
4. Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Suatu tehnik radiologi dengan
menggunakan magnet, gelombang radio dan komputer untuk mendapatkan
gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil
sekalipun dalam struktur tubuh atau otak. Beberapa prosedur menggunakan kontras
gadolinium untuk meningkatkan akurasi gambar
Selain
gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan
neurotransmitter di otak seperti:
1. Acetylcholine
(ACh), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan.
2. Norepinephrine, mengatur
fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur “fight-flight” dan
proses pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan kelemahan
dan depresi.
3. Serotonin, mengatur
status mood, mengalami penurunan yang mengakibatkan klien lebih dikuasai
oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
4. Glutamat, mengalami
penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energi, selalu terlihat mengantuk.
Selain itu berdasarkan diagnosa medis klien yaitu skizofrenia yang sering
mengindikasikan adanya penurunan glutamat.
Adapun jenis
alat untuk pengukuran neurotransmitter yang dapat digunakan adalah:
1. Positron
Emisssion Tomography (PET), mengukur emisi/ pancaran dari bahan kimia
radioaktif yang diberi label dan telah disuntik ke dalam aliran darah untuk
menghasilkan gambaran dua atau tiga dimensi melalui distribusi
dari bahan kimia tersebut di dalam tubuh dan otak. PET dapat
memperlihatkan gambaran aliran darah, oxigen, metabolisme glukosa dan
konsentrasi obat dalam jaringan otak. Yang merefleksikan aktivitas otak
sehingga dapat dipelajari lebih lanjut tentang tentang fisiologi dan
neuro-kimiawi otak
2. Transcranial
Magnetic Stimulations (TMS) dikombinasikan dengan MRI, para ahli
dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS dapat
menggambarkan proses motorik dan visual dan dapat menghubungkan antara
kimiawi dan struktur otak dengan perilaku manusia dan hubungannya dengan
gangguan jiwa.
Berdasarkan
faktor psikologis , harga diri rendah konis sangat berhubungan dengan pola asuh
dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi
penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua yang
tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai dengan
jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan
Faktor
sosial: secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya harga
diri rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat tinggal didaerah kumuh dan
rawan, kultur social yang berubah misal ukuran keberhasilan individu.
Faktor
kultural: tuntutan peran sesuai kebudayaan sering meningkatkan kejadian harga
diri rendah kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika umur mencapai
duapuluhan, perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme.
Akumulasi
faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus harga diri rendah kronis setelah
adanya faktor presipitasi. Faktor presipitasi dapat disebabkan dari dalam diri
sendiri ataupun dari luar, antara lain ketegangan peran, konflik peran, peran
yang tidak jelas, peran berlebihan, perkembangan transisi, situasi transisi
peran dan transisi peran sehat-sakit.
C. DATA YANG PERLU DIKAJI PADA DIAGNOSA
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
·
Mengungkapkan
enggan berbicara dengan orang lain
·
Klein
mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
·
Merusak diri
sendiri
·
Merusak
orang lain
·
Ekspresi
malu
·
Menarik diri
dari hubungan sosial
·
Tampak mudah
tersinggung
·
Tidak mau
makan dan tidak tidur
·
Tampak
ketergantungan pada orang lain
·
Tampak sedih
dan tida melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan
·
Wajah tampak
murung
·
Ekspresi
wajah kosong,
·
Tidak ada
kontak mata ketika diajak bicara
·
Suara pelan
dan tidak jelas
·
Hanya
memberijawaban singkat (ya/tidak)
D. DIAGNOSA DAN TERAPI MEDIS
Pemberian
terapi medis pada kasus harga diri rendah juga tidak digolongkan sendiri dan
lebih mengarah kepada pemberian obat golongan antidepresan, karena fungsi dari
obat anti depresan adalah memblok pengambilan kembali neurotransmitter
norepineprin dan serotonin, meningkatkan konsentrasinya pada sinaps dan
mengkoreksi defisit yang diperkirakan menyebabkan alam perasaan melankolis. Hal
ini sesuai dengan masalah neurotransmitter yang dihadapi oleh klien dengan
harga diri rendah yaitu adanya penurunan neurotransmitter seperti serotonin,
norepineprin.
Terdapat
banyak jenis antidepresan tetapi pada kasus harga diri rendah kali ini
pemberian obat yang dapat diberikan lebih banyak dalam jenis Tricyclic Anti
Depresan (TCA) : Amitriptiline, Imipramine, desipramine, notriptilin,
sesuai dengan fungsi dari obatnya yaitu untuk meningkatkan reuptake
seorotonin dan norepinefrin sehingga meningkatkan motivasi klien dan sesuai
dengan indikasinya yaitu pengobatan yang diberikan pada klien dengan depresi
tetapi juga mengalami skizofrenia sehingga mempunyai efek pengobatan yang
saling meningkatkan.
E.
TERAPI KEPERAWATAN
Terapi
keperawatan yang diberikan pada klien dengan harga diri rendah kronis ini
meliputi tindakan untuk klien secara pribadi, juga untuk keluarga dan komunitas
di lingkungan klien tinggal. Terapi yang diberikan tetap dengan menggunakan
tindakan keperawatan generalis ditambah dengan tindakan berupa terapi kognitif
untuk individu, triangle terapi untuk keluarga dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi dan logoterapi untuk terapi kelompok pada klien harga diri
rendah kronis. Terapi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
Tindakan
keperawatan pada klien:
a.
Tujuan:
1.
Klien dapat
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.
Kien dapat
menilai kemampuan yang dapat digunakan
3.
Klien dapat
menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
4.
Klien dapat
melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
5.
Klien dapat
merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya
b.
Tindakan
keperawatan:
1.
Terapi
generalis
Prinsip
tindakan:
·
Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki klien.
·
Bantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
·
Bantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan
dilatih
·
Latih kemampuan yang dipilih klien
·
Beri pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien
·
Bantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang
dilatih
·
Evaluasi kemampuan pasien sesuai jadwal kegiatan
harian
·
Latih kemampuan kedua
·
Motivasi klien memasukkan kemampuan kedua kedalam
jadwal harian
2.
Terapi
Kognitif
Prinsip
tindakan:
Sesi
I : Mengungkapkan pikiran otomatis
II : Mengungkapkan
alasan
III
: Tanggapan terhadap pikiran otomatis
IV :
Menuliskan pikiran otomatis
V
: Penyelesaian masalah
VI
: Manfaat tanggapan
VII :
Mengungkapkan hasil
VIII :
Catatan harian
IX
: Support system
Tindakan
keperawatan pada keluarga
a)
Tujuan :
1.
Keluarga
dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2.
Keluarga
memfasilitasi aktifitas pasien yang sesuai kemampuan
3.
Keluarga
memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan latihan yang dilakukan
4.
Keluarga
mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien
b)
Tindakan
keperawatan :
1) Terapi
generalis
Prinsip
tindakan:
·
Menjelaskan tanda-tanda dan cara merawat klien harga
diri rendah
·
Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan HDR
·
Mendemonstrasikan dihadapan keluarga cara merawat
klien denganHDR
·
Memberikan kesempatan kepada keluarga mempraktekkan
cara merawat klien dengan HDR seperti yang telah di demonstrasikan perawat
sebelumnya
2) Triangle
terapi
Prinsip
tindakan :
Sesi
I : Mengenali dan mengekspresikan perasaan
Sesi
II : Menerima orang lain (klien)
Sesi
III : Penyelesaian masalah
Sesi
IV : Mengungkapkan hasil
1. Tindakan
keperawatan untuk kelompok
1) Terapi
generalis : TAKS
Prinsip
tindakan:
·
Sesi 1 : Membantu klien meningkatkan kemampuan
memperkenalkan diri
·
Sesi 2 : Membantu klien berkenalan dengan anggota
kelompok
·
Sesi 3 : Membantu klien untuk mampu bercakap-cakap
dengan anggota kelompok
·
Sesi 4 : Membantu klien untuk mampu menyampaikan topik
pembicaraan tertentu
dengan anggota kelompok
·
Sesi 5 : Bantu klien untuk mampu menyampaikan dan
membicarakan masalah pribadi
dengan orang lain
·
Sesi 6 : Bantu klien untuk mempu bekerja sama dalam
permainan sosialisasi kelompok
·
Sesi 7 : Bantu klien untuk mamu menyampaikan pendapat
tentang manfaat kegiatan
kelompok yang telah dilakukan
2) Logo
terapi
Prinsip
tindakan :
·
Sesi 1 : Mengenal masalah
·
Sesi 2 : Mengajukan pertanyaan pada diri sendiri
·
Sesi 3 : Melihat dan merenungkan pengalaman yang
bermakna
·
Sesi 4 : Mengungkap makna dalam kondisi kritis
·
Sesi 5 : Evaluasi dan terminasi
Beberapa
terapi keperawatan yang dapat diberikan kepada klien dengan harga diri rendah
kronis ini adalah terapi kognitif, logo therapy dan triangle therapy
untuk di modifikasi dengan terapi medis yang diberikan Dengan pertimbangan
pemberian psikofarmaka hanya untuk mengatasi masalah penyakitnya saja dimana
gejalanya diharapkan menjadi berkurang atau hilang tetapi tidak merubah pola
pikir, perasaan dan perbuatan klien, sehingga klien akan kembali pada situasi
mengalami harga diri rendah. Karena sebenarnya masalah utama penyebab
dari harga diri rendah kronis yang dialami belum diatasi dan kemampuan koping
yang dipergunakan dalam menghadapi tekanan belum digunakan seefektif mungkin.
1.
Terapi Kognitif
Kata cognitive
atau cognition berarti pengetahuan atau pemikiran, oleh karena itu
kognitif terapi dianggap sebagai pengobatan psikologi untuk pikiran. Secara
sederhana terapi kognitif menjalankan asumsi tentang pikiran, keyakinan, sikap
dan persepsi terhadap prasangka tanpa tekanan emosi yang berpengalaman dan juga
intensitas emosi tersebut. Terapi kognitif ini ditemukan oleh Aaron Beck,M.D
untuk terapi depresi. Dr Beck dan peneliti lainnya mengembangkan metode untuk
menggunakan terapi kognitif untuk masalah psikiatrik lainnya, seperti, panik,
masalah untuk pengontrolan marah dan pengguna obat. Bentuk terapi ini diterima
sangat baik dalam menyokong penelitian, terutama terapi yang menyangkut
depresi. (Westermeyer, 2005).
Harga diri
rendah kronis merupakan gejala yang dominan pada kondisi klien dengan depresi,
sehingga terapi kognitif sangat tepat dilakukan pada klien dengan harga diri
rendah kronis. Dengan dilakukannya terapi kognitif, diharapkan dapat merubah
pikiran negatif klien menjadi pikiran yang positif.
Menurut
Burns (1988), hasil penelitian di Amerika menyimpulkan bahwa terapi kognitif
lebih cepat mengatasi depresi dan gangguan emosional lainnya daripada
psikoterapi konvensional seperti terapi perilaku, terapi kelompok dan terapi
yang berorientasi pada pengenalan diri (insight – oriented) maupun
terapi obat-obatan (anti depresan).
Terapi
kognitif dapat melatih klien untuk mengubah cara klien menafsirkan dan
memandang segala sesuatu pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien
merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih produktif.
Terapi
kognitif merupakan bentuk psikoterapi yang digunakan untuk pengobatan klien
depresi, kecemasan, phobia, dan bentuk lain dari penyakit mental. Cognitive
therapy merupakan dasar pemikiran tentang bagaimana klien berfikir
(kognitif), bagaimana klien merasakan (emosi) dan bagaimana klien bertingkah
laku dalam semua interaksi. Secara khusus, apa yang klien pikirkan menentukan
perasaan dan tingkah laku klien. Karena itu pikiran negatif dapat menyebabkan distress
dan menghasilkan masalah.
Cognitive
Therapy merupakan salah satu pendekaan psikoterapi yang paling banyak diterapkan
dan telah terbukti efektifitasnya dalam mengatasi berbagai gangguan, termasuk
kecemasan dan depresi. Asumsi yang mendasari terapi kognitif terutama
untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan emosional berasal dari distorsi
(penyimpangan) dalam berfikir. Perbaikan dalam keadaan emosi hanya dapat
berlangsung lama kalau dicapai perubahan pola-pola berfikir selama proses
proses terapi. Demikian pula pada pasien pola pikir yang maladaptif (disfungsi
kognitif) dan gangguan prilaku, diharapkan klien mampu melakukan perubahan cara
berfikir dan mampu mengendalikan gejala-gejala dari gangguan yang dialami.
Terapi kognitif berorientasi pada pemecahan masalah, dengan terapi yang dipusatkan
pada keadaan “disini dan sekarang”, yang memandang individu sebagai pengambilan
keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan dipecahkan dalam proses
terapi.
Tujuan utama
dalam terapi kognitif menurut Gara (2003) adalah:
1. Membangkitkan
pikiran-pikiran negatif/berbahaya, dialog internal atau bicara sendiri (self
talk), dan interpretasi terhadap kejadian-kejadian yang dialami.
Pikiran-pikiran negatif tersebut muncul secara otomatis, sering diluar
kesadaran klien, apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian
penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku maladaptif, yang
menambah berat masalah.
2. Terapi
bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah interpretasi
yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasari atas kesalahan
logika atau pemahaman yang salah, maka terapi kognitif diarahkan untuk membantu
klien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Klien dilatih mengenali
pikirannya, dan mendorong untuk menggunakan keterampilan, menginterpretasikan
secara lebih rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptif.
3. Menyusun
desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji validitas interpretasi dan
menjaring data tambahan untuk diskusi didalam proses terapi. Dengan demikian
terapi kognitif diharapkan berperan sebagai mekanisme proteksi agar kecemasan
dan depresi tidak mengancam, karena klien belajar mengatasi faktor-faktor yang
menyebabkan munculnya gangguan.
Menurut
Burns (1988) , teknik kontrol mood yang efektif dan sederhana dalam
terapi kognitif yang bertujuan :
1. Perbaikan
simptomatik secara cepat: Terhentinya segala gejala depresi sering terjadi
dalam waktu singkat (12 minggu)
2. Memahami:
Penjelasan tentang mengapa klien murung dan apa yang dapat klien lakukan untuk
mengubahnya. Klien akan mengetahui penyebab cengkraman kuat perasaannya dan
dapat membedakan emosi yang normal dan abnormal.
3. Kendali
diri: Klien akan mengetahui cara menerapkan strategi pertolongan diri yang
efektif dan aman, sehingga dapat kembali merasa lebih baik. Terapis akan
membimbing klien mengembangkan rencana bantu-diri (self-help) secara
bertahap, realistis dan praktis.
4. Pencegahan
dan pertumbuhan pribadi: Pencegahan yang bertahan lama terhadap gelombang rasa
murung di masa depan dapat bersandar pada penilaian kembali beberapa nilai dan
sikap dasar yang melatarbelakangi kecenderungan klien mengalami depresi.
Terapis akan membantu klien bagaimana menghadapi dan mengevaluasi kembali
beberapa asumsi tertentu mengenai nilai dan martabat manusia.
2.
Logo Therapy
Logoterapi
berfokus pada arti eksistensi manusia dan usahanya mencari arti itu. Logoterapi
memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari tiga dimensi: fisik,
psikologis, dan spiritual. Untuk memahami diri dan kesehatan kita harus
memperhitungkan ketiganya. Selama ini dimensi spiritual diserahkan kepada
agama, dan pada gilirannya agama tidak diajak bicara untuk urusan fisik dan
psikologis. Kedokteran, termasuk psikoterapi telah mengabaikan dimensi
spiritual sebagai sumber kesehatan dan kebahagiaan.
Teknik
analisa dalam logoterapi meliputi mengajukan pertanyaan pada diri sendiri,
melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna dan mengungkap makna dalam
kondisi kritis. Pada klien dengan harga diri rendah kronis, dimana klien lebih
dominan memandang aspek negatif dirinya dan kurang bergairah dalam mencari
makna kehidupan ataupun dalam pencapaian tujuan hidup. Penerapan logoterapi
pada klien dengan harga diri rendah kronis akan membantu klien dalam
mengungkapkan perasaan dan menemukan makna kehidupan serta akan meningkatkan
neurotransmitter di otak (terutama serotonin), sehingga harga diri klien dapat
meningkat secara bermakna.
3.
Triangle Therapy
Setiap
hubungan antara terapis, klien dan keluarga dalam psikoterapi merupakan bagian
dari triangle relationship (hubungan segitiga). Hal ini karena setiap
klien merupakan bagian dari multi generasi yang disebut keluarga. Setiap terapi
berpengaruh bagi keluarga dan dipengaruhi oleh keluarga.
Hal ini
sesuai dengan konsep triangle therapy bahwa jika dua orang anggota
keluarga terjadi konflik, maka dibutuhkan pihak ketiga untuk menyelesaikan dan
mendukung penyelesaian masalah mereka. Secara alamiah, proses dalam kehidupan
manusia dipengaruhi oleh tiga sisi jaringan hubungan tersebut. Ketiga jaringan
tersebut membentuk hubungan yang disebut ”emotional triangle”. Pada
klien dengan harga diri rendah kronis, pola interaksi dengan keluarga tidak
berjalan dengan baik. Sehingga dengan dilakukannya triangle therapy ini
dapat membantu klien dalam mengekspresikan perasaannya dan klien dapat diterima
dalam keluarganya dan mendapat support dari keluarga dalam penyelesaian
masalah klien. Inti dari terapi ini adalah bukan saja menghilangkan gejala yang
ditimbulkan dari masalah yang dihadapi. Akan tetapi adalah bagaimana membantu
klien dengan harga diri rendah kronis yang biasanya menggunakan koping regresi
menjadi lebih dewasa dalam menghadapi masalah yang dialaminya dan mencegah
supaya gejala yang dialaminya tidak muncul kembali. Proses pendewasaan ini
adalah proses belajar menjadi diri sendiri dalam berinteraksi dengan orang
lain.
F. DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
DepKes RI, (1989). Petunjuk Teknik Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Skizofrenia, Direktorat Kesehatan Jiwa, Jakarta.
Keliat, B.A, (1994). Seri Keperawatan Gangguan Konsep Diri, Cetakan II,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar